Home / News / Misteri Lahan TPA , Uang Publik Menguap di Atas Tumpukan Sampah

Misteri Lahan TPA , Uang Publik Menguap di Atas Tumpukan Sampah

Padangsidimpuan , jurnaltimes.com

Di balik gemuruh air Sungai Batang Ayumi, terselip aroma busuk yang tak kasat mata limbah dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Batu Bola.

Sungai yang selama ini menjadi sumber air dan penghidupan warga Kota Padangsidimpuan itu, kini berubah menjadi ancaman nyata.

Rabu siang, 18 Juni 2025, puluhan mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Peduli Hak Rakyat Sumatera Utara menggelar unjuk rasa di depan Kantor Wali Kota Padangsidimpuan.

Mereka tak hanya membawa spanduk dan pengeras suara satu truk penuh sampah sengaja mereka bawa dan tumpahkan di halaman kantor wali kota sebagai bentuk protes.

“Kalau sampah tak kalian urus, biar kami antar ke sini!” teriak seorang orator disambut riuh massa aksi.

Namun, Wali Kota Padangsidimpuan, H. Letnan Dalimunthe, tak bergeming. Ia memilih tetap di ruangannya, dan hanya memanggil beberapa perwakilan demonstran untuk berdialog secara tertutup. Aksi ini pun semakin memancing komentar dari warga.

“Mungkin dia masih merasa suci, baru pulang haji. Jadi jijik lihat sampah-sampah berserakan di depan kantornya. Dursun kali ” sindir seorang warga Batunadua yang ikut menyaksikan aksi tersebut. Dursun dalam bahasa Batak berarti jorok atau kotor.

Awak Media sempat menanyakan hasil dari dialog yang berlangsung di dalam kantor wali kota kepada Fahrul Rozy, koordinator aksi.

“Belum ada titik temu, Kesimpulannya ya masih mencari solusi dan solusinya masih menggantung, belum jelas,” ujar Fahrul.

Namun, ia menyebutkan beberapa hal yang muncul dalam pembahasan:

  1. Pemerintah kota mempertimbangkan memindahkan atau tidak sama sekali lokasi TPA, sembari mencari skema agar TPA bisa segera dipindahkan mengingat biaya pembebasan lahan sudah dianggarkan.
  2. Pemerintah membuka opsi untuk membangun sistem pengelolaan atau bank sampah, meniru model yang berhasil dijalankan di Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) yang dikelola langsung oleh Kementerian.
  3. Usulan-usulan dari aliansi akan dipelajari lebih lanjut oleh jajaran Pemerintah Kota dan Dinas Lingkungan Hidup.

Aliansi menilai langkah pemerintah masih terlalu lambat. “Kami akan terus kawal ini. Jangan sampai rakyat terus hidup dalam pencemaran karena kelambanan birokrasi,” ujar Fahrul.

Dalam pernyataan sikap yang mereka bacakan, aliansi menuntut pencabutan Keputusan Wali Kota Nomor 463/KPTS/2017 tentang lokasi TPA di Desa Batang Bahal, serta mendesak diadakannya Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD dan masyarakat. Mereka juga meminta kompensasi bagi warga yang terdampak pencemaran Sungai Ayumi.

Sampai berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Wali Kota Padangsidimpuan. Namun tekanan dari publik semakin membesar. Ketika air sungai berubah menjadi limbah, suara rakyat justru menjadi semakin deras.(P.Harahap)

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *