Tangsel – jurnalpolisi.id
Kisah tragis yang menimpa PT Abhinaya Rosa Perkasa (PT ARP) menjadi cermin suram dari carut-marut tata kelola keuangan dalam kemitraan swasta dan penyelenggara kegiatan nasional. Betapa tidak, perusahaan yang bergerak di bidang penyediaan perlengkapan edukatif itu kini harus menelan pil pahit kerugian lebih dari setengah miliar rupiah usai mendanai acara ulang tahun HIMPAUDI di Jawa Timur—tanpa pernah menerima pelunasan.
Parahnya, saat upaya hukum telah ditempuh, proses penyelidikan di tingkat kepolisian justru berjalan di tempat, seolah tak berpihak pada korban.
Di Balik Euforia Acara PAUD, Ada Jejak Skandal
Acara ulang tahun HIMPAUDI pada akhir 2024 itu berlangsung meriah. Ribuan anak usia dini dan para pendidik berkumpul dalam kemasan kegiatan edukatif. Di balik gegap gempita tersebut, PT ARP berdiri sebagai penyokong utama, menalangi kebutuhan produksi melalui kerja sama dengan PT Sora Stasionary.
Namun setelah panggung dibongkar dan tamu pulang, tagihan senilai Rp553.800.000 hanya dibayar Rp50 juta. Sisanya? Tak jelas rimbanya.
“Kami sudah beri kepercayaan. Kami pasok semua bahan perlengkapan acara. Tapi ketika waktunya pelunasan, semua pihak tiba-tiba saling menghindar,” ujar Rosmawatini, perwakilan PT ARP, saat diwawancarai Nusantara Prime Time.
Jalan Hukum yang Terjal
Dengan niat mencari keadilan, PT ARP pun menempuh jalur hukum. Mereka melaporkan kejadian ini ke Polres Tangerang Selatan dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/2490/XI/2024/SPKT/Polres Tangerang Selatan/Polda Metro Jaya, tertanggal 7 November 2024.
Tak sampai di situ, Surat Perintah Penyelidikan Nomor: SP.Lidik/2142/XI/RES.1.11/2024/Reskrim juga telah dikeluarkan. Tapi harapan agar polisi segera bertindak tegas, pupus perlahan.
“Sudah berbulan-bulan kami bolak-balik ke Polres, tapi belum ada satu pun kabar soal penetapan tersangka. Bahkan Bayu Margiana Sarmino, penanggung jawab dari PT Sora Stasionary, tak pernah dipanggil secara resmi,” ungkap Rosmawatini, dengan suara berat menahan kecewa.
Ada Dugaan Permintaan ‘Upeti’ dari Oknum?
Lebih memilukan lagi, Rosmawatini mengungkap bahwa sempat ada oknum yang mengaku sebagai perantara penyidik, menawarkan jalan damai dengan syarat ganjil.
“Kami ditawari, kalau mau dana kembali, 70 persen harus diserahkan ke mereka. Ini bukan mediasi. Ini pemerasan terselubung. Saya tidak akan kompromi dengan permainan seperti itu,” katanya tegas.
Pihak PT ARP kini mempertimbangkan langkah lanjutan dengan melaporkan proses ini ke Propam Mabes Polri, Kompolnas, hingga Ombudsman RI.
Di Mana Bayu Margiana?
Sementara itu, Bayu Margiana Sarmino, sosok yang disebut bertanggung jawab atas produksi acara, menghilang bak ditelan bumi. Semua nomor pribadinya tak aktif, alamat kantor fiktif, dan hingga kini belum bisa ditemukan meski telah dicari ke sejumlah kota di Pulau Jawa.
“Dia ini seperti profesional dalam menghilang. Kami menduga dia memang punya niat jahat sejak awal. Sudah kami beri kepercayaan, sekarang kami malah dikejar-kejar vendor karena pembayaran yang macet,” imbuh Rosmawatini.
Seruan untuk HIMPAUDI
Tak hanya PT Sora yang menjadi sorotan, HIMPAUDI sebagai pemilik acara pun dinilai lepas tangan. Padahal dalam beberapa pertemuan awal, Ketua Umum HIMPAUDI Mansyur ikut hadir dan mengetahui skema kerja sama tersebut.
“Kami harap HIMPAUDI juga ikut bertanggung jawab moral. Jangan pura-pura tidak tahu. Acara atas nama mereka, tapi begitu ada masalah, mereka diam,” ucap Rosmawatini penuh tekanan.
Keadilan yang Tertunda
Kini, di tengah kebuntuan proses hukum dan jejak terlapor yang tak ditemukan, PT ARP tetap berdiri dengan satu harapan: hukum ditegakkan dan dana mereka kembali.
“Kami tidak minta lebih. Kami hanya minta keadilan. Ini tentang integritas bisnis dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Jika polisi tak bisa lindungi korban, lalu siapa lagi?” pungkas Rosmawatini.
Hingga berita ini ditayangkan, awak redaksi masih berupaya menghubungi pihak HIMPAUDI dan PT Sora Stasionary untuk mendapat konfirmasi dan hak jawab.
Editor: Ismail Marjuki JPN