Muncul Dugaan Konflik Kepentingan Program MBG Disorot

Lamongan, – jurnalpolisi.id
Komisi D DPRD Kabupaten Lamongan menggelar audiensi bersama Forum Masyarakat Aliansi Lamongan (FORMAL) di ruang rapat DPRD Lamongan. Acara berlangsung mulai pukul 10.00 pagi hingga 13.00 siang dengan fokus utama membahas berbagai persoalan terkait pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang belakangan menuai perhatian public, kamis (2/10/25).
Audiensi ini dipimpin langsung oleh Tulus, perwakilan Komisi D DPRD Lamongan. Hadir pula sejumlah pejabat terkait, antara lain Kepala Dinas Pendidikan Lamongan Drs. H. Shodikin, M.Pd., perwakilan Dinas Kesehatan Indra, serta perwakilan Dinas Pertanian.
Dalam forum tersebut, FORMAL menyampaikan delapan tuntutan utama, di antaranya Program MBG dikembalikan ke sekolah masing-masing, Pertanggungjawaban SPPG atas lemahnya pengawasan, Distribusi MBG tidak lagi dibebankan kepada guru maupun siswa, melainkan ditangani langsung oleh tim MBG, serta Evaluasi kelayakan dapur penyedia MBG, tanggung jawab Satgas, serta peran ahli gizi dalam memastikan mutu gizi dan higienitas.
Ketua FORMAL, Mukhlas, menegaskan bahwa meski tujuan program MBG mulia, pelaksanaannya justru banyak menimbulkan masalah baru.
“Program MBG ini tujuannya mulia, tetapi pelaksanaan di lapangan justru menimbulkan masalah baru. Dari dapur yang tidak layak, pembagian yang kacau, hingga dugaan adanya campur tangan politik. Kami tidak ingin anak-anak kita menjadi korban dari program yang semestinya menyehatkan.” Ungkap Mukhlas.
Lebih lanjut, Indah, anggota FORMAL, mengungkap adanya dugaan keterlibatan politik dalam pelaksanaan MBG. Disebutkan, terdapat dugaan anggota DPRD Lamongan dari Partai Gerindra asal Kecamatan Sambeng satu gedung yang digunakan oleh dua SPPG (Sentra Produksi dan Penyediaan Gizi) sekaligus, di Pasar Slegi Sambeng, yang dinilai tidak sesuai arahan Muspika terkait aturan geoparsial wilayah.
“Selain itu, seorang anggota DPRD Provinsi Jawa Timur dari Partai Amanat Nasional (PAN) asal Kecamatan Solokuro juga diduga juga memiliki dua dapur, tepatnya di Desa Payaman dan Solokuro.”ungkap Indah.
Sementara itu, Sekjen FORMAL, Andrianto Wicaksono S,E, menyoroti aspek legalitas penyelenggara MBG. Berdasarkan data yang terungkap, terdapat 57 SPPG yang beroperasi di Lamongan, namun hanya 13 SPPG yang mengantongi izin resmi berupa Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
“Selebihnya penyelenggara MBG tersebut diduga beroperasi tanpa standar kelayakan yang jelas, sehingga dinilai berisiko terhadap kualitas gizi dan keamanan pangan siswa.” Tandas Andrianto.
Menanggapi aspirasi tersebut, Tulus, mewakili Komisi D DPRD Lamongan, menegaskan komitmennya untuk menindaklanjuti semua masukan dari masyarakat. Program MBG harus berjalan sesuai aturan, transparan, dan tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi maupun politik.
“Kami ingin memastikan bahwa anak-anak benar-benar mendapatkan makanan bergizi yang aman dan layak.”ungkap Tulus.
Senada dengan itu, Kepala Dinas Pendidikan Lamongan, Drs. H. Shodikin, M.Pd., menyampaikan bahwa pihaknya siap melakukan evaluasi bersama lintas dinas.
“Kami dari dinas pendidikan akan memperkuat koordinasi, termasuk dengan Satgas dan tim pengawasan, agar standar higienitas bisa dipenuhi. Masukan dari masyarakat akan menjadi bahan penting untuk perbaikan ke depan.
Audiensi yang berlangsung tertib dan penuh dialog terbuka ini ditutup dengan kesepakatan bahwa program MBG harus segera dibenahi agar benar-benar memberi manfaat dan tidak menimbulkan masalah baru bagi para siswa di Kabupaten Lamongan.
(Fathur Roziq)