Dilihat: 7x

Blora. – jurnalpolisi.id

Dugaan kriminalisasi wartawan di Blora berubah menjadi polemik nasional. Bukti rekaman yang mematahkan tuduhan pemerasan justru membuat publik semakin meragukan integritas aparat.

Polemik kasus dugaan kriminalisasi tiga wartawan di Kabupaten Blora terus menjadi sorotan. Setelah Kapolres Blora AKBP Wawan Andi Susanto dalam konferensi pers 26 Mei lalu menyebut para wartawan pernah melakukan pemerasan di Temanggung, kini publik justru diguncang oleh bukti rekaman yang menunjukkan sebaliknya: oknum yang disebut malah berupaya menyuap wartawan agar berita mafia BBM dihapus.

Kapolres Blora, yang dimintai konfirmasi secara tertulis terkait dasar hukum dan barang bukti sebagaimana yang sampaikan tidak memberi penjelasan Atas tuduhannya. Hingga berita ini diturunkan, Kapolres maupun Kanit Unit 3 Ipda Cahyoko tetap bungkam. Diamnya aparat justru memperkuat asumsi publik bahwa tuduhan itu tak berdasar, bahkan bisa menjadi upaya sistematis membungkam kerja jurnalistik.

Pimpinan Redaksi PortalIndonesiaNews.Net, Iskandar, menyebut tuduhan Kapolres sebagai fitnah serius.

“Kami punya bukti rekaman lengkap ketika oknum yang disebut Boby justru mencoba menyuap agar berita mafia BBM dihapus. Jadi kalau Kapolres menyebut wartawan memeras, itu murni fitnah. Bukti rekaman ini akan kami buka ke publik,” tegas Iskandar.

Kuasa hukum wartawan, Dr. John L. Situmorang, S.H., M.H., menilai langkah Polres penuh kejanggalan.

“Setelah P21, perkara seharusnya berada di ranah Jaksa. Bagaimana mungkin polisi menghentikan dengan Restorative Justice? Ini menabrak hukum acara. Apalagi sekarang ada tuduhan baru tanpa bukti. Kami akan ambil langkah hukum,” ujarnya.

AWPI Angkat suara.

“Kalau aparat bebas menuduh tanpa bukti, lalu menutup mulut ketika dikonfirmasi, ini bukan sekadar kasus hukum. Ini ancaman langsung terhadap kebebasan pers dan demokrasi,” ujarnya tegas.

Elman meminta Kapolres membuka bukti secara terbuka dan meminta maaf kepada publik serta komunitas pers. Desakan serupa datang dari berbagai organisasi jurnalis di Jawa Tengah yang menilai sikap bungkam Polres justru semakin menimbulkan kecurigaan.

Publik Menanti Kejelasan

Kasus ini kini menjadi barometer transparansi aparat penegak hukum di daerah. Publik menunggu langkah berani Kapolres Blora: apakah akan membuka bukti yang disebut-sebut atau tetap bersembunyi di balik diam. Semakin lama Polres tidak memberi klarifikasi, semakin kuat keyakinan bahwa tuduhan itu hanyalah manuver politik dan bentuk kriminalisasi terhadap kerja jurnalistik.

Kasus ini bukan hanya menyangkut tiga wartawan, tetapi menyangkut martabat kebebasan pers dan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar. Di tengah sorotan publik, Polres Blora diuji: memilih transparansi atau mempertahankan sikap bungkam yang justru bisa memicu krisis kepercayaan yang lebih dalam.( Djoks).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *