Dilihat: 8x

Samarinda – jurnalpolisi.id

Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Samarinda berhasil menggagalkan rencana aksi unjuk rasa anarkis yang akan digelar di Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Timur pada 1 September 2025. Polisi mengamankan satu tersangka utama beserta puluhan barang bukti berbahaya, termasuk bom molotov siap pakai.

Kapolresta Samarinda melalui keterangan resminya menyebutkan, tersangka bernama Syuria Ehrikals Langoday alias Erik (39), warga Kutai Timur, diduga kuat terlibat dalam perencanaan dan pendanaan pembuatan bom molotov. Dari tangan tersangka, polisi menyita 27 botol bom molotov siap pakai, dua petasan, gunting, kain perca, serta sejumlah dokumen dan atribut organisasi terlarang.

Selain itu, petugas juga mengamankan beberapa unit telepon genggam, kendaraan roda dua dan roda empat, serta buku catatan berisi dokumen perlawanan mahasiswa.

“Bahan peledak ini direncanakan digunakan saat aksi unjuk rasa di kantor DPRD Provinsi Kaltim. Peran tersangka cukup besar, mulai dari menyetujui pembuatan bom molotov, mendanai pembelian bahan, hingga ikut membeli langsung bahan peledak tersebut,” ungkap penyidik Satreskrim Polresta Samarinda.

Kronologi Kasus

Kasus ini bermula pada 29 Agustus 2025 ketika tersangka Erik bersama rekannya, Niko, serta beberapa orang lain berinisial Mr. X, Mr. Y, dan Lae merencanakan aksi unjuk rasa dengan menggunakan bom molotov. Erik kemudian menyanggupi untuk membiayai kebutuhan bahan peledak, seperti jerigen, botol kaca, serta BBM jenis Pertalite.

Pada 31 Agustus 2025 pagi, Erik bersama Niko membeli bahan-bahan tersebut menggunakan mobil pribadi. Rencananya, bom molotov akan dirakit di salah satu sekretariat di Jalan Banggeris, Samarinda. Namun sebelum aksi itu terlaksana, polisi lebih dulu mengamankan tersangka beserta barang bukti.

Pasal yang Disangkakan

Atas perbuatannya, tersangka Erik dijerat dengan Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang penyalahgunaan senjata tajam, senjata api, dan bahan peledak serta Pasal 187 subsider Pasal 187 bis KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Saat ini, polisi masih melakukan pemeriksaan intensif dan pengembangan terhadap kemungkinan adanya tersangka lain yang terlibat.
( Alfian )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *