BANDUNG BARAT, jurnalpolisi.id
Sebagai Negara agraris, Indonesia sudah lama memiliki Undang-undang yang mengatur mengenai Hak atas tanah. Namun, di Negeri ini masih saja banyak ditemukan kasus pengakuan sepihak atas sengketa kepemilikan tanah.
Seperti yang terjadi di wilayah Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), terbukti tidak semua orang/ instansi pemerintah/ badan hukum yang menguasai tanah, maupun orang yang menempati sebidang tanah bisa dikategorikan sebagai pemilik tanah.
Hal ini dikarenakan, kepemilikan atas Hak tanah secara yuridis sosiologis dituntut harus mampu membuktikan kepemilikan atas lahan yang di kuasai menurut peraturan yang sah dan mengikat, baik bukti yuridis maupun bukti administrasi.
Sebagaimana hal itu pun juga harus dibuktikan oleh Pemerintah Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang, KBB oleh pengakuan sepihaknya selama ini atas lahan Kantor Kecamatan Lembang, Yayasan Pendidikan Pancakarsa Lembang dan sejumlah rumah warga yang berada di komplek perumahan Sukawangi.
Sebab, sudah puluhan tahun Pemerintah Desa Pagerwangi, terindikasi kuat secara turun temurun kepemimpinan Kepala Desa telah melakukan pungutan sewa terhadap Pemerintah Kecamatan Lembang, Yayasan Pendidikan Pancakarsa Lembang dan banyak warga yang berada di komplek perumahan Sukawangi.
Namun, menurut informasi dan data yang dihimpun Tim Investigasi Jurnal Polisi News, Pemerintah Desa Pagerwangi belum bisa membuktikan legalitas/ kepemilikan sah atas lahan yang di klaim seluas 11.000 m² (Sebelas ribu meter persegi).
Hal itu diungkapkan langsung oleh tokoh masyarakat Lembang yang identitasnya tak ingin diketahui, pada Jum’at (22/8/2025).
Faktanya, surat konfirmasi yang pernah dilayangkan oleh Pemerintah Kecamatan Lembang terkait lahan itu, sudah satu (1) tahun lebih Pemerintah Desa Pagerwangi tidak bisa menjawab surat tersebut, sampai dengan saat ini.
PATUT DIPERTANYAKAN! atas dasar apa Pemerintah Desa Pagerwangi mengklaim bahwa tanah atas lahan Kantor Kecamatan Lembang, Yayasan Pendidikan Pancakarsa dan rumah warga yang berada di komplek Sukawangi adalah Aset Desa?
Dan PATUT DIPERTANYAKAN JUGA! apa dasar/ payung hukum Pemerintah Desa Pagerwangi melakukan pungutan uang sewa atas lahan tersebut? Apakah lahan tersebut tercatat di buku Letter ‘C’ Desa bahwa itu Aset Desa? Apakah hasil dari pembelian/ hibah?
Atau Pemerintah Desa Pagerwangi mengklaim bahwa lahan itu merupakan asetnya berdasarkan kutipan Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria Jawa Barat nomor: 297/INSP.HP/1971 tanggal 30 Oktober 1971 tentang persetujuan pemberian hak pakai milik Desa Pagerwangi peruntukan carik Desa Pagerwangi seluas 25.750 m² yang berasal dari Erpacht Vorp. 673 atasnama Antonio Domenico De Biasi?
Sedangkan plang yang dipasang oleh Pemerintah Desa Pagerwangi di tanah atas lahan Kantor Kecamatan Lembang seluas 11.000 m².
Lalu kemanakah sisa tanah yang sebelumnya di mohon oleh Kepala Desa Pagerwangi atasnama Atang Sumpena seluas 25.750 m² kepada Kepala Inspeksi Agraria Jawa Barat itu!
Ditambah dengan adanya Surat nomor: 380/0124/03/1976 tanggal 3 November 1976 yang berisi sangat jelas tertulis Notulen hasil musyawarah Desa Pagerwangi tanggal Februari 1976 terkait permohonan mutasi pemindahan tanah milik Desa dari Desa Lembang ke Desa Pagerwangi.
PERTANYAAN pun semakin kuat tentang lahan Kantor Kecamatan Lembang, Yayasan Pendidikan Pancakarsa dan sejumlah rumah warga yang berada di komplek Sukawangi yang di klaim sebagai Aset Desa Pagerwangi.
Perlu diketahui, setiap tahunnya, menurut informasi dari narasumber yang namanya enggan disebut dalam pemberitaan ini mengungkapkan, bahwa Pemerintah Desa Pagerwangi melakukan pungutan uang sewa atas lahan Kantor Kecamatan Lembang sebesar Rp 22.000.000,- (Dua puluh dua juta rupiah) per tahun berdasarkan plang yang terpasang di atas lahan Kantor Kecamatan Lembang seluas 11.000 m².
“Jika Rp 22.000.000 di bagi 11.000, berarti Pemerintah Kecamatan Lembang membayar sewa kepada Pemerintah Desa Pagerwangi per meternya itu senilai Rp 2.000 (Dua ribu rupiah). Sedangkan, berdasarkan gambar ukur yang diterbitkan ATR/ BPN KBB tanggal 17 Agustus 2025 Kantor Kecamatan Lembang berikut Rumah Dinas Camat hanya memiliki luas 2.251 m² (Dua ribu dua ratus lima puluh satu meter persegi),” ujarnya.

Menurut narasumber, diduga Pemerintah Kecamatan Lembang terindikasi kelebihan bayar kepada Pemerintah Desa Pagerwangi.
“Kalau luas lahan Kantor Kecamatan Lembang berdasarkan peta ukur seluas 2.251 m² kemudian di kali Rp 2.000,- seharusnya Pemerintah Kecamatan Lembang membayar sewa tanah pertahunnya itu Rp 4.502.000,- (Empat juta lima ratus dua ribu rupiah) bukan Rp 22.000.000,” terangnya.
Jika hitungannya bukan per meter, sambung narasumber menuturkan, lalu hitungan sewa tanah atas lahan Kantor Kecamatan Lembang berdasarkan apa?
“Per tumbak, per bidang atau per apa. Harus jelas hitungannya! Kalau mengacu pada perjanjian sewa sebelumnya pada era Camat Dudi Supriadi berarti 1.100 m², sedangkan luas lahan 2.251 m², sesuai atau tidak luasnya,” tanyanya melalui media ini.
Kemudian, narasumber menegaskan, harusnya Pemerintah Desa Pagerwangi memasang plang aset diatas lahan Kantor Kecamatan Lembang itu bukan 11.000 m².
“Kalau luas lahan Kantor Kecamatan Lembang 11.000 m², itu batasnya dari mana sampai mana. Harus jelas. Jika mengacu pada perjanjian sewa, harusnya di plang aset itu tertulis 1.100 m². Dan anehnya, kenapa plang aset Desa Pagerwangi hanya dipasang diatas lahan Kantor Kecamatan Lembang saja, di sekolahan tidak, di perumahan warga Sukawangi juga tidak, maksudnya apa,” tambahnya.
Narasumber berharap, Bupati Bandung Barat Jeje Ritchie Ismail segera menugaskan Inspektorat Daerah KBB dan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Jawa Barat turun tangan untuk meluruskan permasalahan ini. Diduga pungutan sewa tanah atas lahan Kantor Kecamatan Lembang yang menjadi Pendapatan Asli Desa (PADes) Pagerwangi cacat hukum.
“Menurut saya Bupati sudah seharusnya turun tangan untuk mengungkap permasalahan ini. Kan ada Inspektorat, bisa juga meminta BPK dan BPN untuk meluruskan, intinya polemik ini harus segera diselesaikan agar ada kepastian hukum, baik itu terkait pungutan sewa maupun legalitas lahan ini sebenarnya milik siapa,” imbuhnya.

Terpisah, ditemui Tim Investigasi Jurnal Polisi News di kantornya, saat dikonfirmasi Kepala Desa Pagerwangi Agus Ruhidayat menjelaskan, bahwa Pemerintah Desa Pagerwangi melakukan pungutan tanah atas lahan Kantor Kecamatan Lembang bukan dari 11.000 m² yang setiap tahunnya dibayar oleh Pemerintah Kecamatan Lembang.
“Tapi berdasarkan surat perjanjian yang saya sodorkan itu 1.100 m² untuk Rp 22.000.000,-. Jadi, Rp 22.000.000,- itu yang dikuasai oleh Pemerintahan Kecamatan bukan yang termasuk 11.000 m², karena 11.000 m² itu bagian dari 2.200 m² oleh Kecamatan, yang sisanya oleh warga dan Pancakarsa,” ujarnya, Selasa (26/8/2025).
Jika Pemerintah Desa Pagerwangi mengacu pada surat perjanjian sewa dengan Pemerintah Kecamatan Lembang pada tahun 2023 dan tahun sebelumnya, seharusnya Pemerintah Desa Pagerwangi hanya memungut seluas 1.100 m², tidak seluruhnya yakni 2.251 m².
Namun pada kenyataannya, Pemerintah Desa Pagerwangi diduga kuat mengangkangi surat perjanjiannya sendiri dengan terbukti melakukan pungutan atas lahan Kantor Kecamatan Lembang seluas 2.251 m².
Jadi, indikasi KEJANGGALAN sudah terungkap, PERBEDAAN antara luas lahan Kantor Kecamatan Lembang berdasarkan gambar ukur yang diterbitkan oleh ATR/ BPN KBB tertanggal 17 Agustus 2025 sangat jauh berbeda luasnya dengan berdasarkan surat perjanjian sewa pada tahun 2023 dan tahun sebelumnya.
Meski telah terungkap perbedaan luas, anehnya Pemerintah Desa Pagerwangi tetap memasang plang di depan lahan Kantor Kecamatan Lembang seluas 11.000 m².
“Yang di Kantor Kecamatan itu Plang 11.000 m² itu keseluruhan, bukan hanya Kecamatan saja, termasuk dengan Pancakarsa. Jadi tanah luas 11.000 m² itu tanah Kecamatan Pancakarsa termasuk yang (ditempati) oleh warga Sukawangi,” kata Kepala Desa Pagerwangi, Agus Ruhidayat.
Perlu di ingatkan, seharusnya Pemerintah Desa Pagerwangi tidak hanya memasang plang di depan lahan Kantor Kecamatan Lembang. Terkesan Pemerintah Desa Pagerwangi tidak mengetahui batas luas lahan yang di klaimnya itu sebagai aset Desa.
Dampaknya timbul pertanyaan besar akibat Pemerintah Desa Pagerwangi memasang plang di depan lahan Kantor Kecamatan Lembang seluas 11.000 m². Sedangkan setiap masing-masing warga merasa sudah membayar sewa langsung kepada Pemerintah Desa Pagerwangi, berikut Yayasan Pendidikan Pancakarsa yang setiap tahunnya membayar sewa sebesar Rp 2.000.000,-.
“Oh itu salah, artinya itu bukan 11.000 m² yang dibayar oleh Kecamatan, itu hanya yang dikuasai oleh Kecamatan saja pembayaran itu, karena dari tahun ke tahun kami selalu melakukan penagihan sewa kepada Kecamatan. Bukan sewa keseluruhan dengan warga masyarakat dan Pancakarsa,” jelas Agus.
Disinggung Tim Investigasi Jurnal Polisi News soal hitungan sewa tanah yang di klaim Pemerintah Desa Pagerwangi bahwa lahan itu adalah asetnya, Agus Ruhidayat mengungkapkan, kalau hitungan sewa tanah aset Desa sesuai dengan luas saja.
“Jadi tidak per meter. Kalau yang (ditempati) oleh warga itu per tumbak, Pancakarsa per kapling, beda-beda. Kecamatan juga per kapling, bukan per meter hitungannya,” tandasnya.
Walaupun hitungan sewa tanah berbeda-beda, dalam konfirmasinya itu Agus menerangkan, bahwa dia mengikuti kebijakan dan aturan yang telah dikeluarkan oleh para Kepala-kepala Desa Pagerwangi sebelumnya.
“Jadi dulu waktu awalnya perjanjian yang warga, ada riungan musyawarah dengan warga, kesanggupan hitungannya per tumbak. Kalau dengan Kecamatan, bukan Kecamatannya ya, kita perjanjian itu dengan Pemda itu per kapling, Pancakarsa juga per kapling, tapi tidak menghitung luas berapa, tapi sewanya berapa berani bayar,” imbuhnya.
Kemudian, di sindir Tim Investigasi Jurnal Polisi News terkait legalitas kepemilikan tanah atas lahan seluas 11.000 m² yang di klaim oleh Pemerintah Desa Pagerwangi, Agus pun enggan menyebut legalitas kepemilikan atas lahan tersebut, dan menganggap semua orang mengetahuinya.
“Legalitas saya sampai saat ini hanya dipegang itu saja, karena turun temurun itu surat dari… Ya mungkin diketahui lah semua juga. Kami lagi menguruskan ke BPN Kanwil, kami juga sudah mendatangi Kanwil, terus dari Kanwil kami diarahkan untuk ke arsip, karena mungkin di arsip ada data yang aslinya,” pungkasnya.
Perlu diketahui, menurut data yang dihimpun Tim Investigasi Jurnal Polisi News, Pemerintah Desa Pagerwangi mengklaim tanah atas lahan seluas 11.000 m² itu berdasarkan;
- Foto copy (Tanpa ada Aslinya) Kutipan Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria Jawa Barat nomor: 297/INSP.HP/1971 tanggal 30 Oktober 1971 tentang persetujuan pemberian hak pakai milik Desa Pagerwangi peruntukan carik Desa Pagerwangi seluas 25.750 m² yang berasal dari Erpacht Vorp. 673 atasnama Antonio Domenico De Biasi.
- Foto copy (Tanpa ada Aslinya) Surat permohonan mutasi pemindahan tanah milik Desa dari Desa Lembang ke Desa Pagerwangi yang ditandatangani langsung oleh Kepala Desa Pagerwangi, Atang Sumpena tertuju kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat ll Bandung tertanggal 3 November 1976.
- Foto copy (Tanpa ada Aslinya) Daftar keterangan obyek ketetapan Ipeda (Iuran Pembangunan Daerah) tertanggal 24 April 1984 yang ditandatangani dan dikeluarkan oleh Kepala Kantor Dinas Luar Tingkat I, Santosa B.A.
- Foto copy (Tanpa ada Aslinya) Surat Keterangan Tanah nomor: 593/24/Pem yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh Kepala Desa Lembang, Harsoyo tertanggal 19 Maret 2003 yang juga di legalisir oleh Kepala Desa Lembang Yono Maryono, S.Ip tertanggal 28 Desember 2017.
Tak berhenti sampai disitu, Tim Investigasi Jurnal Polisi News pun kembali mencecar Kepala Desa Pagerwangi dengan pertanyaan soal surat yang pernah dilayangkan oleh Pemerintah Kecamatan Lembang kepada Pemerintah Desa Pagerwangi, lebih lanjut dalam konfirmasinya Agus mengakui jelas belum bisa menjawab surat tersebut.
“Kami belum bisa melakukan jawaban itu karena kami juga bukan belum bisa membuktikan secara yuridisnya, secara legalnya, karena kami juga lagi menelusuri dimana ini sebetulnya yang aslinya, apakah indikasinya oleh yang lalu disimpan dimana. Sampai saat ini kami belum bisa membuktikan, karena kami tidak kewarisan,” paparnya.
Selain itu, masih dalam konfirmasinya Kepala Desa Pagerwangi, Agus Ruhidayat mengaku tidak mengetahui juga sisa tanah yang awalnya di mohon oleh Kepala Desa Atang Sumpena tahun 1971 seluas 25.750 m² untuk HAK PAKAI CARIK DESA, kini menjadi 11.000 m².
“Tidak tahu sih sisanya, saya sama sekali tidak tahu kalau sisanya kemana. Karena sampai saat ini yang saya ketahui, dan saya sebagai Kepala Desa mengetahui semua 11.000 m² saja. Kalau ditanya yang ke belakang juga,” ujarnya.

Kemudian Agus pun membenarkan, bahwa Pemerintah Desa Pagerwangi pernah melakukan tukar guling sebagian luas tanah dari Hak Pakai Tanah Negara bekas Hak Erfpacht Vorp. 673 atasnama Antonio Domenico De Biasi dengan:
- Persil nomor: 12 dan Persil nomor: 35 Kohir: 63 blok Balai Desa atasnama Adhiwikarta, luas 7.182 m².
- Persil nomor: 99 Kohir nomor: 409 blok Pagermaneuh atasnama Wirodiria, luas 2.100 m².
- Persil nomor: 12 Kohir nomor: 1195 blok Balai Desa atasnama U. Komariah, luas 2.632 m².
- Persil nomor: 9 Kohir nomor: 1085 blok Balai Desa atasnama Rachmat/ Abas, luas 4.800 m².
Meskipun Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 3787K/Pdt/1987, menyatakan bahwa tanah-tanah Negara yang diatasnya melekat hak-hak tanah Eropah misalnya Opstal, Erfpacht, Eigendom dan lain-lain, tidak mungkin lagi akan melekat hak-hak lainnya, misalnya Hak Tanah Adat. Namun, Pemerintah Desa Pagerwangi tetap bersikeras, bahwa tanah atas lahan Kantor Kecamatan Lembang, Yayasan Pendidikan Pancakarsa dan rumah warga komplek Sukawangi itu adalah aset Desa.
“Tidak, tidak, yang 11.000 m² tidak, yang 14.000 m² yang ditukar gulingkan. Kan asalnya 25.750 m², sekarang yang dikuasai oleh Pagerwangi sebagai yang diakui oleh Pagerwangi itu 11.000 m², berarti yang sisanya yang 14.000 m² saya tidak mengetahui tukar guling, tapi memang ada surat bukti tukar gulingnya,” kata Agus.
Selanjutnya, Kepala Desa Pagerwangi, Agus Ruhidayat mengaku, bahwa sampai dengan saat ini pihaknya belum pernah mendapatkan panggilan dari Aparat Penegak Hukum maupun Inspektorat Daerah KBB terkait permasalahan tanah atas lahan Kantor Kecamatan Lembang, Yayasan Pendidikan Pancakarsa dan rumah warga komplek Sukawangi.
Walaupun Pemerintah Desa Pagerwangi terindikasi belum bisa membuktikan secara yuridis sosiologis menurut peraturan yang sah dan mengikat atas lahan tersebut. Diakhir konfirmasinya, Agus menyampaikan, pihaknya akan terus berupaya mendapatkan legalitas atas lahan Kantor Kecamatan Lembang, Yayasan Pendidikan Pancakarsa dan rumah warga komplek Sukawangi.
“Saya mungkin dari Pemerintah Desa Pagerwangi terus mengupayakan legalitas dari tanah tersebut, bagaimana menjadi betul-betul legalitasnya bisa dipertanggungjawabkan secara hukum,” tuturnya.
Jika tanah atas lahan seluas 11.000 m² itu betul-betul belum bisa dipertanggungjawabkan secara hukum, lantas dasar apa Pemerintah Desa Pagerwangi melakukan pungutan sewa selama puluhan tahun kepada Pemerintah Kecamatan Lembang, Yayasan Pendidikan Pancakarsa dan warga yang tinggal di komplek Sukawangi?
Apakah Pemerintah Desa Pagerwangi akan tetap mengikuti kebijakan dan aturan yang dibuat oleh para Kepala-kepala Desa Pagerwangi sebelumnya dengan terus melakukan pungutan sewa atas lahan tersebut?
Hal ini dipandang perlu menjadi perhatian semua pihak, bahwa kepemilikan tanah atas lahan Kantor Kecamatan Lembang, Yayasan Pendidikan Pancakarsa Lembang dan sejumlah rumah warga yang berada di komplek perumahan Sukawangi seluas 11.000 m² itu diharapkan agar dapat memberi kepastian hukum terhadap siapapun yang berhak atasnya.
Setidaknya persoalan yang muncul tersebut sedikit banyak mempengaruhi kredibilitas dan akuntabilitas para pihak yang terkait dan berkepentingan atas lahan tersebut.
Kepastian hukum atas kepemilikan lahan yang di permasalahkan tersebut, memang menjadi tolak ukur yang tak dapat diganggu gugat, yang pada akhirnya persoalan yang muncul dan berlarut tersebut dalam penanganannya diharapkan akan terurai benang merahnya.
RED – TIM INVESTIGASI (DRIVANA)