Dilihat: 7x

Padangsidimpuan, jurnalpolisi.id

Praktik pengupahan buruh di bawah Upah Minimum Kota (UMK) diduga berlangsung bertahun-tahun di tubuh PT Sinar Harapan Anugerah Sejahtera (SHAS).

Perusahaan distribusi produk makanan ini dituding mengabaikan hak dasar pekerja, dari upah layak hingga kompensasi setelah berhenti kerja.

Kepala Bidang Pendataan dan Pembinaan Dinas Ketenagakerjaan Kota Padangsidimpuan, Hamdan Damero, mengaku siap menindak bila dugaan itu benar.

“Kalau memang terjadi, perusahaan akan kita beri pembinaan karena ini sudah jelas melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan,” ujarnya kepada wartawan, Selasa, 2 September 2025.

Ia menambahkan, “Tidak ada pengaduan yang kami abaikan. Buat laporan resmi, kami tindaklanjuti secepatnya.”

Namun, pernyataan “akan dibina” justru memunculkan pertanyaan. Bagaimana mungkin sebuah pelanggaran yang berlangsung tahunan hanya direspons dengan pembinaan? Publik menunggu langkah lebih keras.

Di level provinsi, nada yang lebih tegas datang dari UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah V.

Sakkel Sinaga, pejabat bidang pengawasan, menegaskan “Kalau memang bersalah dan perusahaan tetap membayar di bawah UMK, kami akan menindak. Bahkan izinnya bisa kami cabut,” katanya.

Kesaksian mantan karyawan membuka tabir praktik buram perusahaan. Rajap Pulungan, eks Sales Exclusive produk Dua Kelinci, menyebut sejak 2018 ia hanya digaji Rp700 ribu per bulan.

Hingga mengakhiri masa kerja pada 2025, upahnya tak pernah menyentuh standar UMK, hanya Rp2,75 juta per bulan.

Rajap juga menyingkap modus gaji dibayar manual, ditandatangani di atas kertas, tanpa slip resmi. “Seperti ada yang ditutupi. Dan setelah saya berhenti, saya tidak dapat uang kompensasi sepeser pun,” ujarnya.

Praktik ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi dugaan eksploitasi yang telanjang.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan UMK jelas dilanggar. Namun, pengawasan yang longgar membuat perusahaan leluasa.

Pertanyaan kini menggelayut beranikah pemerintah benar-benar menindak? Atau kasus ini akan kembali berakhir dengan dalih pembinaan tanpa efek jera? (P.Harahap)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *