Dilihat: 10x

Blora – jurnalpolisi.id

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora dinilai tidak konsisten dan tebang pilih dalam menegakkan aturan terhadap perangkat desa yang melakukan pelanggaran berat. Hingga kini, kasus dugaan perzinahan yang menyeret dua perangkat desa di Kecamatan Ngawen, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, belum menemukan titik terang penyelesaian.

Kasus tersebut melibatkan SP, Sekretaris Desa Gedebeg, dan SW, Kaur Tata Usaha Desa Sendangrejo. Keduanya diduga menjalin hubungan terlarang hingga berujung kelahiran seorang anak. Padahal, SP diketahui masih berstatus memiliki istri sah bernama Siti Maesaroh. SP bahkan diduga menikahi SW secara siri tanpa izin istri sah setelah mengetahui SW hamil.

Meski Pemerintah Desa Gedebeg dan Pemerintah Desa Sendangrejo telah membentuk tim untuk menindaklanjuti kasus ini, serta hasil kerja tim sudah dilaporkan kepada Camat Ngawen dan Bupati Blora, namun hingga kini penyelesaian kasus masih mengambang.

Camat Ngawen, Mochamad Zaenuri, mengaku sudah menyampaikan surat keputusan Bupati kepada kepala desa masing-masing.

“Surat putusan dari Bupati sudah saya sampaikan pada Kepala Desa Gedebeg dan Kepala Desa Sendangrejo. Semua putusan diserahkan kembali kepada kepala desanya masing-masing,” ujar Zaenuri saat ditemui di ruang kerjanya.

Namun, pernyataan tersebut dibantah oleh dua kepala desa terkait. Kades Gedebeg maupun Kades Sendangrejo menegaskan bahwa mereka belum menerima surat resmi dari Bupati Blora sebagaimana dimaksud camat.

Jika terbukti melakukan pelanggaran, sanksi tegas seharusnya bisa diberikan kepada SP dan SW, termasuk kemungkinan pemberhentian dari jabatan perangkat desa. Pasalnya, perbuatan SP yang masih beristri sah tetapi menikahi SW secara siri dan kini telah memiliki anak, jelas dianggap melanggar norma, etika, dan aturan pemerintahan desa.

Secara hukum, perbuatan SP dapat dijerat Pasal 279 KUHP tentang bigami, dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun. Selain itu, tindakan keduanya juga melanggar PP Nomor 10 Tahun 1983 tentang izin perkawinan bagi PNS dan perangkat desa.

Masyarakat menilai sikap Pemkab Blora kali ini berbeda dengan kasus sebelumnya. Saat mantan Kades Sendangharjo, Wiwik Suhendro, terbukti melakukan bigami dengan Diana Susanti, Pemkab Blora saat itu bertindak tegas hingga berujung pada pemecatan Wiwik Suhendro.

Namun, dalam kasus SP dan SW, Pemkab Blora justru dinilai tutup mata dan tidak menunjukkan ketegasan serupa. Publik pun mempertanyakan, ada apa di balik perbedaan sikap ini?

Akibat sikap abai tersebut, citra moral dan perilaku perangkat desa dipertaruhkan. Seharusnya, perangkat desa bisa menjadi panutan, bukan justru mencoreng marwah pemerintahan desa.

Pemkab Blora di bawah kepemimpinan Bupati H. Arief Rohman kini disorot publik karena dianggap tidak adil, mandul, dan sembrono dalam menangani kasus ini. Masyarakat menuntut adanya keadilan dan sanksi tegas tanpa pandang bulu terhadap siapa pun yang melanggar aturan.

(Djoks)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *