Dilihat: 7x

Padangsidimpuan , jurnalpolisi.id

Dugaan praktik monopoli proyek di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Padangsidimpuan kembali menyeruak.

Sejumlah pekerjaan rehabilitasi sekolah dasar, seperti di SDN 200510 Desa Goti, SDN 200404 Desa Pintu Langit, dan SDN 200402 Sabungan Jae, disebut dikerjakan sebelum adanya dokumen resmi Surat Perjanjian Kontrak (SPK).

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Makmur Gedek, membenarkan pekerjaan itu berjalan lebih cepat dari ketentuan.

Ia berdalih, pengerjaan dilakukan karena ada permintaan mendesak dari pihak kepala sekolah. “Alasannya untuk mengantisipasi banjir, makanya rehap diminta segera dikerjakan,” kata Makmur kepada Awak Media , 25 Agustus 2025.

Namun, penjelasan itu tak menyurutkan kritik. Solahuddin S.Pd, yang tergabung dalam Aliansi Wartawan dan Pers, menilai langkah tersebut melanggar prosedur pengadaan barang dan jasa pemerintah.

“Kami menduga semua paket proyek di Dinas Pendidikan Padangsidimpuan sudah dimonopoli oleh para pejabat pelaksana. Kami akan kawal terus realisasi anggarannya,” ujar Solahuddin.

Ia mengaku telah mengumpulkan bukti-bukti pelanggaran di lapangan, mulai dari foto, video dokumentasi, hingga dokumen pekerjaan.

“Semua akan kami teruskan untuk ditindaklanjuti aparat penegak hukum, baik di tingkat daerah, provinsi, maupun pusat, termasuk Kejaksaan Agung,” katanya.

Berdasarkan penelusuran, proyek rehabilitasi sekolah itu sudah mulai berjalan sejak awal Agustus 2025 meski dokumen kontrak belum ditandatangani.

Sejumlah kontraktor disebut langsung mengerjakan fisik bangunan di lapangan. Nilai tiap paket proyek mencapai ratusan juta rupiah yang bersumber dari APBD Kota Padangsidimpuan Tahun Anggaran 2025.

Nada serupa datang dari Forum Rakyat Awasi TABAGSEL. Seorang pemerhati di forum itu menilai pelaksanaan proyek tanpa kontrak jelas-jelas bertentangan dengan aturan. “Ini pelanggaran yang tidak bisa ditolerir.

Proyek yang dikerjakan tanpa penetapan kontrak kerja jelas menyalahi Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 tentang perubahan kedua atas Perpres 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,” ujarnya.

Dalam Regulasi Hukum Menyebutkan, tepatnya Pasal 11 ayat (1), PPK memiliki kewajiban menyusun perencanaan pengadaan, menetapkan rancangan kontrak, hingga menginput e-kontrak dan mengendalikan kontrak.

Artinya, pengerjaan proyek tanpa SPK berpotensi melanggar aturan sekaligus membuka celah korupsi.

Kasus ini menambah deretan persoalan tata kelola proyek pendidikan di Padangsidimpuan. Sebelumnya, sejumlah proyek gedung sekolah juga disorot karena penunjukan langsung yang dilakukan diam-diam, tanpa proses transparan dan akuntabel.

Kini, aparat penegak hukum ditunggu langkah tegasnya untuk menelusuri dugaan penyimpangan tersebut
(P.Harahap)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *