Dilihat: 6x

DUMAI — jurnalpolisi.id

Perselisihan hubungan industrial antara eks pekerja M. Afrian, yang didampingi oleh Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Dumai, dengan PT. Baladika Nusa Adra (Banura) terus berlanjut. Setelah sebelumnya melaporkan kasus ini ke Dinas Tenaga Kerja Kota Dumai pada 12 Juni 2025, kini SPN membawa permasalahan tersebut ke tingkat provinsi, tepatnya ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Riau.

Permasalahan bermula dari tidak diperpanjangnya kontrak kerja M. Afrian oleh PT. Banura pada awal tahun 2025, meskipun ia telah bekerja lebih dari enam tahun di perusahaan tersebut.

“Saya tidak pernah menerima surat peringatan selama bekerja. Pekerjaan saya juga selalu saya jalankan dengan baik. Namun, setelah bekerja selama dua bulan di awal 2025 dan menerima upah seperti biasa, saya diberitahu secara sepihak lewat telepon dan pesan WhatsApp bahwa kontrak saya tidak diperpanjang,” ujar Afrian.

Afrian menjelaskan bahwa setiap tahun dirinya menjalani masa percobaan selama tiga bulan sebelum kontraknya diperpanjang. Ia mengaku sempat menjadi kader aktif Serikat Pekerja Nasional Kota Dumai sebelum bekerja di PT. Banura.

“Saya langsung menghubungi ketua serikat ketika mengalami perlakuan yang saya anggap tidak adil ini,” tambahnya.

Ketua SPN Kota Dumai, Mhd Alfien Dicky Khasogi alias Alvin Khasogi, membenarkan bahwa Afrian merupakan kader lama yang kembali menghubungi serikat setelah mengalami masalah dengan perusahaan.

“Terkait kasus Afrian, kami sudah pelajari dan menemukan beberapa dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak perusahaan,” ungkap Alvin.

Adapun dugaan pelanggaran ketenagakerjaan yang disampaikan oleh SPN meliputi:

  1. Status Hubungan Kerja Tidak Jelas
    Pekerja dipekerjakan berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), namun diberi masa percobaan selama tiga bulan. Hal ini bertentangan dengan aturan ketenagakerjaan yang berlaku.
  2. Kelebihan Jam Kerja Tanpa Lembur
    Pekerja diwajibkan bekerja selama 12 jam per hari tanpa kompensasi lembur yang sesuai dengan ketentuan hukum.
  3. Pemutusan Hubungan Kerja Tidak Sesuai Prosedur
    Pemberitahuan pemutusan kerja dilakukan secara lisan dan melalui pesan WhatsApp tanpa ada surat resmi dari perusahaan.

Alvin juga menambahkan bahwa dalam mediasi tahap pertama yang digelar oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Dumai, pihak perusahaan tidak hadir secara langsung dan hanya mengirim perwakilan yang dianggap tidak memiliki kapasitas untuk mengambil keputusan.

“Kami telah mengirimkan surat resmi ke Disnakertrans Provinsi Riau, khususnya ke bidang pengawasan, agar pelanggaran upah lembur ini bisa diperiksa lebih lanjut,” tegas Alvin.

Sebagai penutup, SPN berharap pada mediasi lanjutan nanti pihak pemberi kerja utama, yakni PT. Bumi Karya Raharja (Bukara), dapat dihadirkan oleh Disnaker Kota Dumai karena dinilai turut berperan dalam permasalahan hubungan kerja ini.


Penulis: Asmadi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *