Dilihat: 12x

Tapanuli Selatan, jurnalpolisi.id

Polemik belum diberhentikannya Eddi Sullam Siregar, anggota DPRD Tapanuli Selatan dari Fraksi NasDem yang telah divonis dua tahun penjara, terus menuai kecaman.

Kritikan tak hanya ditujukan kepada lembaga legislatif, tetapi juga kepada Partai NasDem yang dianggap membiarkan kadernya tetap duduk sebagai anggota dewan aktif meski secara hukum sudah menjadi narapidana.

Putusan Mahkamah Agung bernomor 1266 K/Pid/2025, yang diketok pada 2 Juli 2025, telah menguatkan vonis Pengadilan Negeri Padangsidimpuan dan Pengadilan Tinggi Medan terhadap Eddi.

Artinya, status hukumnya sudah inkrah dan tidak bisa diganggu gugat. Namun, hingga kini belum ada tanda-tanda pelaksanaan Pergantian Antar Waktu (PAW), seolah seluruh mekanisme etik dan hukum diabaikan.

Akademisi Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan (UMTS), Cand. Dr. Verdinan, S.H., M.H., menyebut situasi ini sebagai bentuk pembangkangan terhadap etika hukum.

“Ini memalukan, bukan hanya bagi DPRD tapi juga bagi Partai NasDem. Mereka seolah pura-pura tidak tahu ada kadernya yang sedang menjalani hukuman dua tahun penjara tapi masih digaji puluhan juta rupiah tiap bulan,” ujarnya tegas, Kamis (31/07/25).

Ia mempertanyakan sikap DPD Partai NasDem Tapsel dan pengurus provinsi yang hingga kini belum memberikan pernyataan publik.

“Di mana Ketua DPD-nya? Di mana sekretarisnya yang juga Ketua Fraksi? Kenapa mereka diam? Jangan sampai publik menganggap ada pembiaran yang disengaja,” tegas Verdinan.

Ia bahkan mengingatkan bahwa dalam AD/ART partai, kader yang telah dijatuhi hukuman pidana berat wajib diberhentikan.

“Kalau partai tidak menjalankan aturan internalnya sendiri, lalu apa bedanya dengan ormas liar? Ini persoalan serius. Bukan hanya soal hukum, tapi soal integritas,” tambahnya.

Verdinan juga menyinggung soal Inpres No. 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran yang dikeluarkan Presiden Prabowo Subianto.

Ia menilai pembiaran ini bertentangan langsung dengan semangat penghematan anggaran negara. “Gaji untuk narapidana dari uang rakyat? Ini mencoreng wibawa pemerintahan,” kecamnya.

Tak hanya itu, ia mendesak publik, media, dan organisasi masyarakat sipil untuk terus mengawal persoalan ini.

“Jika tidak ada langkah konkret dari DPRD maupun Partai NasDem, saya tidak ragu mendukung aksi massa sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan,” tegasnya.

Menurutnya, kasus ini juga menunjukkan lemahnya sistem pengawasan internal partai politik.

“Masyarakat punya hak bertanya, apakah Partai NasDem benar-benar punya komitmen terhadap hukum, atau hanya peduli pada kekuasaan dan kursi?” pungkasnya.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak DPD Partai NasDem Kabupaten Tapsel maupun DPW Sumut belum memberikan klarifikasi resmi.

Demikian pula dengan DPRD Tapsel dan Fraksi NasDem di dalamnya yang memilih bungkam meski telah dihubungi oleh sejumlah media.
(P.Harahap)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *