Muara Teweh, jurnalpolisi.id
Senin, 14 Juli 2025 Kasus yang melibatkan PT. NPR kembali mencuat. Perusahaan tambang batu bara tersebut dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Barito Utara oleh salah satu warga pemilik lahan, Sukarni, atas dugaan tindak pidana suap dan korupsi.
Sukarni melaporkan bahwa lahan warisan miliknya yang terletak di wilayah Desa Karendan, Kecamatan Lahei, telah digarap oleh PT. NPR tanpa persetujuannya. Ia mengaku memiliki dokumen Surat Keterangan Tanah Adat (SKTA) yang sah secara turun-temurun dari nenek moyangnya.
Namun, klaim kepemilikannya tidak diakui oleh Kepala Desa Muara Pari, diduga setelah terjadinya transaksi suap sebesar Rp4,75 miliar dari PT. NPR kepada dua oknum kepala desa, yakni dari Desa Karendan dan Muara Pari.
“Sebelum ada suap itu, semua pihak—termasuk PT. NPR—mengakui hak waris kami atas tanah tersebut. Tapi setelah ada pembayaran melalui kepala desa, justru muncul konflik dan tumpang tindih kepemilikan yang sengaja dibuat untuk menghilangkan hak kami,” ujar Sukarni di hadapan awak media.

Lebih lanjut, Sukarni juga menuding adanya unsur kesengajaan dalam pembakaran tiga pondok milik keluarganya di lahan sengketa tersebut. “Itu bagian dari upaya menghapus jejak dan hak kami,” ucapnya.
Yang mengejutkan, Sukarni menyebut proses pembuatan berita acara (BA) terkait transaksi suap dilakukan di Mapolres Barito Utara dan ditandatangani serta disaksikan oleh dua perwira kepolisian, yaitu Kapolres dan Kapolsek Lahei.
“Ini penyalahgunaan wewenang dan jabatan. Saya akan melanjutkan laporan ini ke Kabid Propam, serta menyurati Pemkab Barito Utara dan Bapak Gubernur Kalimantan Tengah, agar mencopot kedua kepala desa tersebut karena telah meresahkan masyarakat,” tegasnya.
Melalui laporan yang ia sampaikan ke Kejaksaan Negeri Barito Utara, Sukarni berharap kasus ini ditindaklanjuti sesuai prosedur hukum agar kejelasan atas hak lahan miliknya dapat dipulihkan.
(INDRA)