Dilihat: 4x

Labusel, Sumut – jurnalpolisi.id

Merebaknya isu dugaan pungutan liar (pungli) dalam proses pengangkatan dan pergantian kepala sekolah di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel), Provinsi Sumatera Utara, belakangan ini menjadi sorotan berbagai media. Isu ini terus bergulir dan menjadi perhatian serius publik.

Dugaan pungli tersebut mencerminkan carut-marutnya sistem pengangkatan kepala sekolah di Labusel. Pengangkatan yang seharusnya berbasis prestasi, kompetensi, dan dedikasi untuk memajukan dunia pendidikan, justru dikabarkan lebih mengutamakan kemampuan finansial calon kepala sekolah. Nilai pungutan yang beredar disebut mencapai Rp 200.000 hingga Rp 180.000 per siswa. Bila satu sekolah memiliki 300 siswa, maka pungutan bisa mencapai Rp 60 juta. Jika benar hal ini terjadi, tentu sangat disayangkan, karena dapat menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan di daerah tersebut.

Ramainya pemberitaan ini juga terkait dugaan permintaan setoran dari oknum kepada kepala sekolah yang sudah menjabat agar tetap aman di posisinya. Bahkan, mereka yang hendak dilantik menjadi kepala sekolah pun dikabarkan harus menyerahkan sejumlah uang.

Seorang kepala sekolah di Kecamatan Sungai Kanan, yang enggan disebut namanya, membenarkan adanya permintaan tersebut saat ditemui pada 23 Juni 2025.
“Saya didatangi seseorang yang mengaku dekat dengan pejabat di Labusel. Dia bilang, kalau mau lanjut jadi kepala sekolah, harus bayar Rp 200.000 per siswa. Saya jawab tidak sanggup. Kalau mau diganti, silakan. Saya jadi guru biasa pun tidak masalah. Hal ini sudah saya sampaikan ke dinas bahwa saya tidak sanggup bayar sebanyak itu,” ungkapnya.

Ia juga menyebut ada kepala sekolah lain yang mendapat tawaran serupa dengan angka Rp 180.000 per siswa. Namun, sebagian menolak dan sebagian lainnya belum memberi keputusan.

Senada, beberapa kepala sekolah di Kecamatan Silangkitang juga mengakui adanya permintaan setoran serupa.
“Benar, kami diminta uang perhitungan per siswa. Yang datang orang biasa, mengaku dari tim, bukan PNS, bukan juga dari dinas pendidikan. Padahal dana BOS itu untuk keperluan sekolah, bukan untuk kepala sekolah. Semua sudah ada regulasi dan juknisnya dari Kemendikbud, tidak bisa digunakan sembarangan,” ujar salah satu kepala sekolah.

Ia berharap ke depan pengangkatan kepala sekolah benar-benar berdasarkan kompetensi individu demi kemajuan dunia pendidikan.
“Jangan ada lagi praktik meminta uang. Jabatan kepala sekolah itu untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia, bukan ajang mencari keuntungan,” tegasnya.

(MS007)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *