Surabaya, jurnalpolisi.id
26 Juni 2025 — Ketegangan antara tim relawan Wakil Bupati Sidoarjo dan sejumlah wartawan Surabaya akhirnya mencair. Permintaan maaf secara terbuka dan tertulis, disertai stempel resmi dari Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, resmi disampaikan pada Kamis (26/6), sebagai bentuk tanggung jawab atas insiden pelarangan peliputan dan dugaan kekerasan yang dialami awak media.
Permintaan maaf ini disetujui langsung oleh Wakil Bupati Sidoarjo, Mimik Idayana, setelah menerima tuntutan dari Vanguard Jurnalis Surabaya, yang menaungi ratusan wartawan dari berbagai media. Tuntutan tersebut sebelumnya disuarakan dalam aksi damai yang digelar di Surabaya.
“Saya baru mengetahui kejadian ini setelah bertemu dengan Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji. Awalnya kami berdiskusi soal tanah milik warga yang merasa dirugikan, namun ternyata ada miskomunikasi dengan para relawan kami di lapangan,” ujar Mimik Idayana saat menemui massa aksi dan menyampaikan permohonan maafnya.
Dalam kesempatan tersebut, Mimik juga menyetujui seluruh poin tuntutan yang diajukan, mulai dari menolak pembatasan liputan, menolak intimidasi terhadap jurnalis, serta menghindari praktik premanisme. Bahkan ia menegaskan, tidak akan ada lagi pelarangan terhadap aktivitas jurnalistik ke depannya.
“Jurnalis dan pemerintah saling membutuhkan. Peristiwa kemarin menjadi pelajaran bersama agar tidak terulang. Saya pastikan kami terbuka terhadap media,” ucap Mimik di hadapan para peserta aksi, sembari duduk bersama di tengah jalan di bawah terik matahari.
Sementara itu, Abah Samsul, penasehat Vanguard Jurnalis Surabaya, menjelaskan bahwa aksi damai ini bertujuan mengingatkan para pejabat akan pentingnya menjaga marwah pers. Menurutnya, tindakan pelarangan peliputan dan kekerasan terhadap wartawan saat meliput konflik dua kubu — antara Wabup Sidoarjo dan Wakil Wali Kota Surabaya — tidak bisa dibiarkan begitu saja.
“Insiden ini menimpa rekan kami, Bayu CS. Saat itu ia ingin meliput konflik di lapangan, namun justru dihalangi hingga terjadi pemitingan oleh oknum yang diduga ajudan bupati,” ungkapnya.
Abah Samsul turut mengapresiasi sikap Wakil Bupati Mimik Idayana yang berani hadir dan duduk bersama massa aksi. Ia berharap kemitraan antara pemerintah dan media tidak hanya terjadi saat ada konflik, tetapi terus terjalin dalam semangat sinergi yang berkelanjutan.
“Saya salut. Beliau mau duduk bareng kami saat panas-panasan. Semoga setelah ini janji kemitraan yang disampaikan tidak hanya jadi formalitas belaka. Seperti pepatah, jangan sampai kacang lupa kulitnya,” tutup Abah Samsul penuh harap.
Aksi damai ini menjadi penanda penting bahwa hubungan antara pemerintah dan jurnalis harus didasari transparansi, komunikasi, dan saling menghargai peran masing-masing. Dengan tercapainya kesepakatan ini, diharapkan tidak ada lagi intimidasi terhadap insan pers di Jawa Timur, khususnya di wilayah Sidoarjo.
(NV)