Dilihat: 4x

Labuhan Batu jurnalpolisi.id

Kasus sertifikat ganda tanah kembali mencuat di Kabupaten Labuhanbatu, tepatnya di Kelurahan Siringoringo, Kecamatan Rantau. Seorang ibu berusia 54 tahun, Evi, menjadi korban kasus ini setelah sertifikat tanahnya yang diterbitkan pada tahun 1996 tiba-tiba digugat oleh sertifikat baru yang diterbitkan pada tahun lain atas nama orang lain.

Sertifikat ganda adalah situasi ketika dua atau lebih sertifikat tanah diterbitkan untuk satu objek tanah yang sama, tetapi dengan pemegang hak yang berbeda. Hal ini bisa terjadi karena kesalahan administrasi, pemalsuan dokumen, atau masalah lain dalam proses pendaftaran tanah.

Menurut Beriman Panjaitan, praktisi hukum, kejadian ini merupakan cerminan nyata tantangan mendasar dalam sistem tata kelola pertanahan nasional. Fenomena sertifikat ganda tidak hanya terjadi di Labuhanbatu, tetapi juga di berbagai wilayah lainnya. Ini menunjukkan bahwa persoalan sertifikat ganda bukan semata persoalan teknis administrasi, melainkan gejala dari persoalan struktural yang perlu mendapatkan perhatian serius.

Jika informasi yang disampaikan Ibu Evi benar, dan sertifikat yang dipegangnya lebih dahulu diterbitkan oleh instansi resmi yang berwenang, maka sertifikat tersebut yang harus diakui sebagai bukti kepemilikan yang sah. Pandangan ini konsisten dengan putusan Mahkamah Agung sejak 2015 dan ditegaskan dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 5/Yur/2018.

Situasi sertifikat ganda tidak hanya menimbulkan kerugian administratif atau materiel, tetapi juga dapat menggoyahkan kepercayaan publik terhadap prinsip negara hukum. Secara nalar hukum, dua sertifikat yang sah tidak dapat diterbitkan atas bidang tanah yang sama, sehingga salah satunya mesti dinyatakan tidak berlaku.

Keberadaan dua klaim yang dilegitimasi oleh lembaga yang sama pada objek yang identik menciptakan ketidakpastian hukum yang tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan peninjauan dan evaluasi terhadap sistem tata kelola pertanahan nasional untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.

Mengacu pada Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), pendaftaran tanah dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kepastian hukum dan perlindungan hak atas tanah bagi warga negara.

Kabiro JPN Senin 23 Juni 2025
Eka Hombing

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *