Barito Utara, jurnalpolisi.id
Kasus dugaan penipuan dalam bisnis BBM di SPBU Km 18, Desa Hajak, Kecamatan Teweh Baru, Kabupaten Barito Utara, masih menyisakan tanda tanya. Laporan yang telah dilayangkan ke pihak kepolisian sejak Maret 2025 terkesan berjalan lambat dan berbelit-belit, sehingga belum membuahkan kejelasan hukum. Akibatnya, empat mantan karyawan dan satu mantan pengawas mengalami kerugian lebih dari Rp600 juta selama bekerja tanpa gaji selama lebih dari setahun.
Menurut Jefri, mantan pengawas SPBU yang juga menjadi pelapor, ia bersama rekan-rekannya ditugaskan untuk membantu menyalurkan permintaan BBM tambahan dari Pertamina, terutama jenis Pertalite, guna mencukupi kebutuhan masyarakat. Namun, mereka tidak menerima gaji tetap, melainkan dijanjikan akan menerima upah dari keuntungan penjualan.
“Sialnya, uang hasil keuntungan yang kami kelola justru diminta ditransfer kepada pihak pengelola SPBU, termasuk yang diduga berkaitan langsung dengan oknum aparat. Bahkan, saat BBM sebanyak tiga tengki datang menggunakan dana kelola kami, kami justru diberhentikan secara tidak hormat,” ungkap Jefri saat memberikan keterangan kepada media, 10 Juni 2025 di Kantor IWO Barito Utara.
Ia mengaku, laporan yang telah dibuat pada 19 Maret 2025 itu tidak berjalan sesuai harapan. Bukti-bukti penting yang menunjukkan adanya indikasi penyelewengan, seperti perbedaan nomor rekening transfer dana, tidak dicantumkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh penyidik. Padahal, menurut Jefri, rekening tersebut dikelola oleh oknum berinisial Bu AN dan Bu MR, yang merupakan bagian dari tim keuangan SPBU dan diduga merupakan kaki tangan dari pemilik SPBU, Bu DS.
“Saya sampai tiga kali diperiksa, tapi anehnya penyidik tidak mencantumkan bukti penting itu dalam BAP. Lalu tiba-tiba dikeluarkan SP3 (Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan) dengan alasan tidak cukup bukti. Padahal bukti rekening dan transaksi jelas ada, dan saya bukan pengelola dana untuk tiga tengki BBM tersebut,” kata Jefri dengan nada kecewa.
Lebih lanjut, ia menyayangkan sikap penyidik yang tidak terbuka dan terkesan mengabaikan fakta-fakta penting dalam proses penyelidikan. Ia bahkan merasa adanya upaya untuk menutup-nutupi fakta oleh pihak tertentu.
Menurut Jefri, awak media jurnalpolisi.id turut menyaksikan proses pemeriksaan dari awal hingga keluarnya SP3. Bahkan saat pelapor meminta agar bukti perbedaan rekening dan kerugian dicantumkan dalam pemeriksaan, penyidik bernama Rony yang juga menjabat sebagai Kanit Eksus, mengatakan bahwa hal tersebut belum perlu dituangkan dalam BAP karena akan dibahas saat mediasi.
Setelah SP3 keluar dan Jefri menyampaikan protes melalui media, Kasat Reskrim sempat memberikan teguran kepada penyidik agar penanganan dilakukan secara profesional dan transparan. Jefri pun diarahkan untuk membuat laporan ulang dengan melampirkan bukti-bukti yang lebih rinci, terutama terkait kode rekening atas transaksi BBM tiga tengki yang dimaksud.
Namun hingga saat ini, proses laporan baru tersebut masih belum menunjukkan perkembangan signifikan. Jefri mengaku sudah lebih dari satu bulan menunggu kejelasan, namun penyidik terus memberikan alasan berbeda-beda saat dikonfirmasi.
“Saya sudah menyerahkan bukti perbedaan rekening sejak awal, bahkan terakhir saya tunjukkan langsung di depan Pak Kasat. Tapi setiap saya konfirmasi, jawabannya selalu diminta tambahan bukti. Padahal sudah lengkap dari awal,” tegas Jefri, sambil menunjukkan rekaman percakapan WhatsApp dengan penyidik kepada wartawan.
Sementara itu, penyidik Rony saat dihubungi media ini melalui telepon menyatakan telah meminta Jefri untuk menyerahkan print-out rekening koran guna melengkapi berkas. Namun Jefri menegaskan bahwa semua dokumen tersebut sudah diserahkan dan diketahui oleh pihak kepolisian.
Kasus ini pun masih bergulir dengan harapan adanya transparansi dan keadilan bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan. Masyarakat serta awak media terus memantau perkembangan kasus ini dan mendorong agar penyidik dapat bekerja secara profesional dan independen. (Hsn)