Dilihat: 7x

Kota Tangerang – jurnalpolisi.id

Perjuangan mencari keadilan dari keluarga Angkasa bin Hanapi, warga Desa Padang Bulan, Kecamatan Jejawi, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, akhirnya sampai ke ibu kota. Setelah lebih dari satu tahun mendekam di balik jeruji besi akibat dugaan salah tangkap dalam kasus pembunuhan, tiga anak Angkasa: Asina, Man, dan Asmara hadir langsung ke Jakarta untuk membuka tabir kebenaran dan meminta dukungan dari para advokat senior nasional.

Kehadiran mereka disambut hangat oleh Kartino SE, SH, tokoh hukum dan pemilik media Nusantaraprimetime.com, serta didampingi puluhan advokat dari Perkumpulan Advokat Betawi (PADI LAW FIRM) dan Nusantara Law Firm. Dalam konferensi pers yang digelar di Kota Tangerang, suasana haru dan semangat perjuangan membuncah dari wajah ketiga anak korban, terutama Asmara, anak keempat, yang selama ini konsisten menyuarakan ketidakadilan atas kasus yang menimpa sang ayah.

Kronologi Kejadian: Bukan di TKP, Tapi Tetap Divonis

Kasus ini bermula pada 30 Oktober 2023, saat seorang warga bernama Saidina Ali ditemukan tewas di OKI. Dalam proses penyelidikan, pihak kepolisian menetapkan Angkasa sebagai tersangka pembunuhan. Namun yang mencengangkan, keterangan sejumlah saksi mengungkapkan bahwa saat kejadian, Angkasa berada di tempat hajatan milik warga bernama Abun dan Babay—lokasi yang jauh dari tempat kejadian perkara (TKP). Artinya, terjadi perbedaan locus delicti yang seharusnya menggugurkan dakwaan.

Sayangnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kayuagung pada Juli 2024 tetap menjatuhkan vonis 15 tahun penjara kepada Angkasa. Dalam memori banding, tim kuasa hukum menilai bahwa vonis tersebut hanya berdasarkan satu kesaksian, yaitu Hendra bin Nuri, yang ironisnya juga merupakan terdakwa dalam berkas terpisah. Tidak ada bukti tambahan seperti rekaman CCTV, sidik jari, atau bukti forensik yang menguatkan tuduhan.

“Putusan ini jelas cacat hukum. Pasal 183 KUHAP mengatur bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali jika setidak-tidaknya dua alat bukti yang sah diperoleh, dan dengan keyakinan bahwa terdakwa bersalah. Dalam kasus ini, unsur itu tidak terpenuhi,” ujar H. Ramdan Alamsyah, S.H., M.H., Ketua PADI LAW FIRM.

Kartino SE, SH: “Kami Akan Lawan Sampai ke Mahkamah Agung dan Komnas HAM!”

Dalam pernyataan kerasnya, Kartino SE, SH menyatakan bahwa ini adalah salah satu contoh nyata bagaimana sistem peradilan bisa timpang dan memakan korban dari kalangan rakyat kecil. Ia menyatakan geram dan tidak akan tinggal diam.

“Kita hidup dalam negara hukum, bukan negara rasa. Tidak boleh ada orang dihukum karena dugaan, apalagi tanpa bukti yang sah. Saya dan seluruh jaringan hukum serta media akan mengawal kasus ini. Kami akan buka fakta-fakta yang selama ini ditutup-tutupi. Kita akan bawa ini ke Mahkamah Agung, Komnas HAM, bahkan DPR RI jika perlu,” tegas Kartino dengan nada penuh tekad.

Kartino juga menambahkan bahwa publik berhak tahu bagaimana proses hukum bisa begitu keliru, dan media memiliki peran penting dalam memastikan transparansi serta akuntabilitas aparat penegak hukum.

“Kami akan viralkan kasus ini agar tidak ada lagi ‘Ujang Kocot’ lain yang menjadi korban salah tangkap. Ini bukan hanya soal satu orang, tapi soal prinsip keadilan,” lanjutnya.

Perkumpulan Advokad Betawi PADI LAW FIRM Rumah Rakyat, yang berkantor di Jl. H. Muchtar Raya No.66, Joglo, Jakarta Barat, mengerahkan 29 advokat senior dan muda untuk mengawal kasus ini. Mereka akan menyusun permohonan Peninjauan Kembali (PK) sekaligus melakukan kajian hukum mendalam untuk membuktikan bahwa penahanan terhadap Angkasa tidak sah dan menyalahi prosedur.

Harapan dari Keluarga

Asmara, yang tampil sebagai juru bicara keluarga dalam konferensi pers tersebut, menahan air mata saat menyampaikan pesan.

“Kami datang dari kampung membawa harapan dan rasa sakit. Bapak kami dihukum tanpa bukti. Kami percaya, masih ada keadilan di negeri ini. Kami mohon, bantu suarakan kebenaran, kami berharap dukungan pemerintah pusat, pemerintah daerah baik pejabat daerah dan pejabat kota serta para dermawan saya dan keluarga mengetuk hati anda, kami mohon bantuan baik moril dan materil selama kami di Jakarta mencari keadilan”. Tegas Asina, Arman dan Asmara.

Dengan semakin banyaknya dukungan dari tokoh hukum, media, dan masyarakat sipil, harapan keluarga Angkasa untuk membebaskan sang ayah dari jeratan hukum yang salah arah kian menguat. Perjuangan mereka adalah simbol keberanian rakyat kecil menuntut hak di tengah kerasnya sistem hukum yang kadang tak berpihak.

Editor: Ismail Marjuki JPN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *