Dilihat: 6x

Tangerang – jurnalpolisi.id

Sengketa lahan bernilai miliaran rupiah yang melibatkan Romanih dan PT. Tangerang Matra Real Estate memasuki babak baru setelah permohonan kasasi dikabulkan Mahkamah Agung. Kuasa hukum Romanih, TB. Rudi AR Elzahro, S.E., S.H., dari RD & Partners, membongkar dugaan permainan mafia tanah dalam putusan Pengadilan Negeri (PN) Tangerang dan Pengadilan Tinggi (PT) Banten yang memenangkan pihak pengembang.

Permainan Hukum? Gugatan Dicabut, Diajuin Lagi dengan Nomor Berbeda

Kasus ini bermula saat PT. Tangerang Matra Real Estate menggugat Romanih dalam perkara No. 1263/Pdt.G/2023/PN Tng. Namun, gugatan itu mendadak dicabut tanpa alasan jelas. Tak lama kemudian, perusahaan tersebut kembali menggugat dengan nomor perkara baru, No. 1298/Pdt.G/2023/PN Tng, yang kali ini berujung kemenangan bagi mereka.

“Ini jelas permainan hukum. Kenapa mereka bisa menggugat ulang dengan nomor perkara berbeda, padahal objek sengketa sama?” tegas Rudi dalam keterangannya, Senin (10/3/2025).

Surat Panggilan Sidang “Hilang” Misterius, Romanih Dikalahkan Tanpa Perlawanan

Salah satu kejanggalan utama adalah surat panggilan sidang yang mendadak tak sampai ke tangan Romanih. Sebelumnya, dalam perkara No. 1263, surat panggilan selalu diterima melalui Pos Indonesia. Namun, dalam perkara baru No. 1298, alamat Romanih tiba-tiba dinyatakan “tidak ditemukan.”

“Ini sangat aneh! Saat gugatan pertama, panggilan sampai. Tapi begitu kasus baru diajukan, tiba-tiba alamat klien saya hilang? Ini skenario yang terlalu jelas untuk memenangkan pihak pengembang,” ujar Rudi geram.

Akibatnya, Romanih dianggap tidak hadir dalam persidangan, sehingga putusan diambil tanpa kehadirannya.

Dokumen Bermasalah? Bukti Hak Kepemilikan Diduga Hasil Editan

Tak hanya soal pemanggilan, Rudi juga mengungkap dugaan pemalsuan dokumen oleh PT. Tangerang Matra Real Estate. Pihaknya bahkan meminta pakar forensik digital Roy Suryo untuk menganalisis keaslian dokumen yang diajukan pengembang.

“Hasil analisis menunjukkan adanya indikasi dokumen editan. Materai hanya ditempel, bukan asli. Ini bukti kuat bahwa mafia tanah berusaha merebut hak rakyat kecil dengan cara-cara kotor,” ungkapnya.

Meski bukti tersebut disertakan dalam memori banding, Pengadilan Tinggi Banten tetap menguatkan putusan PN Tangerang, memenangkan pihak pengembang melalui putusan No. 285/Pdt/2024/PT BTN.

Kasasi di MA: Akankah Keadilan Berpihak pada Rakyat Kecil?

Tak terima dengan keputusan itu, Rudi membawa kasus ini ke Mahkamah Agung pada 9 Januari 2025 dengan nomor perkara 117/Pdt.Bth/2024/PN LBP. Ia menegaskan bahwa MA harus objektif dan tidak tunduk pada kepentingan mafia tanah.

“Kami ingin keadilan yang sebenarnya. Hukum seharusnya melindungi hak rakyat kecil, bukan malah berpihak pada pemilik modal,” ujar Rudi.

Kini, semua mata tertuju pada Mahkamah Agung. Apakah hukum benar-benar bisa berpihak pada keadilan, atau justru membiarkan mafia tanah terus berkuasa? Publik menunggu keputusan final yang akan menjadi preseden bagi kasus serupa di masa depan.

(Ismail Marjuki JPN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *