Dilihat: 9x

Tangerang – jurnalpolisi.id

Kontroversi seputar lahan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) di Kelurahan Panunggangan Barat, Kecamatan Cibodas, Kota Tangerang semakin memanas. Masyarakat kini menyoroti dugaan kejanggalan dalam penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang disebut-sebut berada di atas lahan yang seharusnya diperuntukkan bagi kepentingan publik.

Persoalan ini semakin pelik setelah muncul audit investigatif dari Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN yang menyatakan bahwa proses penerbitan sertifikat tidak memiliki cacat hukum. Namun, pernyataan ini justru dibantah oleh Pemerintah Kota Tangerang yang menegaskan bahwa lahan tersebut belum pernah diserahkan secara resmi kepada mereka.

Dalam perdebatan yang semakin sengit ini, aktivis pertanahan Usman Muhammad dari Tangerang Raya turut angkat bicara. Menurutnya, ada indikasi kuat bahwa penerbitan sertifikat tersebut tidak dilakukan secara transparan.

“Bagaimana bisa ada sertifikat atas lahan yang statusnya masih belum jelas? Jika belum ada serah terima resmi, maka proses penerbitannya patut dipertanyakan. Ini harus segera diusut agar tidak ada pihak yang dirugikan,” ujar Usman Muhammad dalam diskusi publik di Kota Tangerang, Rabu (12/2/2025).

Pemkot Tangerang: “Belum Ada Serah Terima Lahan”

Pemerintah Kota Tangerang melalui Kepala Bagian Hukum, Wildan, dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada serah terima lahan dari pihak mana pun kepada pemerintah daerah. Dalam rapat koordinasi di Pusat Pemerintahan Kota Tangerang (Puspem), ia menegaskan bahwa pernyataan Kementerian ATR/BPN tidak sesuai dengan fakta di lapangan.

“Kami sudah berkoordinasi dengan berbagai OPD, termasuk Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim). Setelah dilakukan pengecekan, tidak ada bukti bahwa lahan ini sudah diserahkan kepada kami. Kalau belum ada serah terima, lalu bagaimana bisa ada sertifikat? Ini harus diklarifikasi lebih lanjut agar tidak terjadi kesalahan administratif yang merugikan masyarakat,” kata Wildan.

Ia menambahkan bahwa Pemkot Tangerang tidak akan terburu-buru dalam menerima lahan yang masih bermasalah.

“Kami harus memastikan bahwa lahan ini benar-benar bisa dimanfaatkan untuk kepentingan publik tanpa ada sengketa di kemudian hari,” tambahnya.

Ada Pola Berulang? Usman Muhammad Mencium Kejanggalan

Menurut Usman Muhammad, kasus seperti ini bukanlah yang pertama kali terjadi di Tangerang. Ia menilai ada pola berulang di mana lahan yang seharusnya diperuntukkan sebagai fasum atau fasos tiba-tiba berubah status melalui penerbitan sertifikat yang mencurigakan.

“Saya sudah sering melihat kejadian seperti ini. Lahan yang semula diperuntukkan bagi kepentingan umum tiba-tiba memiliki sertifikat yang diterbitkan oleh otoritas pertanahan. Jika benar ini terjadi lagi, maka harus ada pengusutan lebih lanjut. Jangan sampai ada oknum yang bermain di balik penerbitan dokumen ini,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia meminta agar Pemkot Tangerang bersikap tegas dan melakukan investigasi secara menyeluruh.

“Jika ada kejanggalan, semua dokumen harus diperiksa ulang. Jika ditemukan pelanggaran, sertifikat yang sudah diterbitkan harus dibatalkan, dan lahan ini harus dikembalikan untuk kepentingan masyarakat,” tambahnya.

Pemkot Tangerang Lebih Berhati-hati dalam Menerima Lahan

Dampak dari polemik ini membuat Pemerintah Kota Tangerang semakin berhati-hati dalam menerima lahan dari pihak manapun. Wildan menegaskan bahwa pihaknya akan memastikan tidak ada celah hukum sebelum menyetujui serah terima lahan PSU.

“Kami tidak ingin menerima lahan yang masih bermasalah, lalu nanti malah digugat di kemudian hari. Oleh karena itu, kami menunggu klarifikasi lebih lanjut dari OPD terkait sebelum mengambil keputusan,” jelasnya.

Pemkot Tangerang juga berkomitmen untuk terus berkoordinasi dengan dinas-dinas terkait guna memastikan bahwa tidak ada permasalahan hukum atau administrasi dalam status lahan ini.

Akankah Kasus Ini Berujung ke Ranah Hukum?

Dengan semakin banyaknya pertanyaan yang muncul, tidak menutup kemungkinan bahwa kasus ini akan berlanjut ke jalur hukum. Jika Pemerintah Kota Tangerang menemukan bukti adanya kejanggalan, mereka bisa mengajukan gugatan hukum untuk membatalkan sertifikat tersebut.

Sementara itu, Usman Muhammad menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi pelajaran penting agar pengelolaan lahan fasum dan fasos lebih transparan.

“Jangan sampai kasus seperti ini terus terjadi. Jika ada pelanggaran, maka harus ada tindakan hukum yang tegas. Jangan biarkan praktik semacam ini menjadi kebiasaan di Tangerang,” pungkasnya.

Masyarakat kini menunggu langkah selanjutnya dari Pemkot Tangerang. Apakah persoalan ini akan berakhir dengan mediasi atau justru akan masuk ke jalur hukum? Yang jelas, tarik ulur kepemilikan lahan ini masih jauh dari kata selesai.

Editor: Ismail Marjuki JPN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *