Jakarta, jurnaltimes.com
Dugaan pelanggaran kode etik oleh oknum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah (Kejati Kalteng) kini menuai sorotan tajam publik. Sejumlah warga, khususnya para penambang dan masyarakat Kalteng, mengaku gerah serta murka atas sikap arogan aparat penegak hukum yang dinilai tidak beretika dalam menjalankan tugas.
Kasus ini mencuat setelah beredar informasi bahwa oknum Kejati Kalteng melakukan penyitaan barang bukti berupa berkas, mobil, dan dokumen perusahaan tanpa adanya putusan pengadilan yang sah. Bahkan, proses penyitaan dan penggeledahan disebut dilakukan tanpa izin resmi dari pemilik rumah maupun kantor yang digeledah.
TB Rudy Elzahto SH, MH: “Ini Bukan Sekadar Pelanggaran Prosedur, Tapi Juga Ciderai Marwah Hukum”
Pakar hukum sekaligus praktisi, TB Rudy Elzahto, SH, MH, angkat bicara terkait kasus yang menyeret nama oknum Kejati Kalteng ini. Menurutnya, tindakan penyitaan dan penggeledahan tanpa dasar hukum yang jelas merupakan pelanggaran serius, baik dari sisi etik maupun hukum acara pidana.
“Kalau benar ada penyitaan barang bukti tanpa adanya surat perintah resmi atau putusan pengadilan, maka ini bukan sekadar pelanggaran prosedur. Ini sudah masuk ranah pelanggaran kode etik berat dan berpotensi melanggar hak asasi manusia. Aparat penegak hukum justru harus menjadi contoh tertib hukum, bukan malah menjadi pelaku pelanggaran hukum,” tegas Rudy. Di Jakarta, (21/9/2025).
Ia menambahkan, praktik intimidasi terhadap karyawan perusahaan yang dipaksa menandatangani surat tanpa penjelasan juga tidak dapat ditoleransi.
“Dalam hukum, asas due process of law harus dijunjung tinggi. Tidak boleh ada tindakan paksaan, apalagi intimidasi. Jika benar ada karyawan yang diperiksa berjam-jam tanpa diberi makan, dipaksa tanda tangan, hingga penggeledahan ke kamar pribadi keluarga, itu sudah mencederai martabat hukum,” jelasnya.
Rudy juga mengingatkan, Kejaksaan Agung tidak boleh tinggal diam.
“Kasus ini menyangkut marwah institusi. Jika dibiarkan, masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada kejaksaan. Saya mendesak Jaksa Agung segera membentuk tim pemeriksa independen, mengaudit kekayaan para oknum jaksa yang terlibat, dan memberikan sanksi tegas jika terbukti melanggar. Jangan biarkan hukum jadi alat intimidasi yang menakutkan rakyat,” katanya.
Menurut Rudy, publik kini menunggu langkah konkret, bukan sekadar klarifikasi normatif.
“Yang dibutuhkan masyarakat adalah tindakan nyata. Kalau ada oknum jaksa arogan, gunakan kewenangan untuk menindaknya. Ini soal integritas lembaga hukum. Negara hukum tidak boleh dibiarkan rusak oleh perilaku segelintir oknum,” pungkasnya.
Kesaksian Karyawan: Diancam, Dipaksa Tanda Tangan
Agus dan Luthfi, mantan karyawan PT Kirana Bumi Mineral, mengaku mengalami intimidasi saat penggeledahan.
“Kami dipaksa tanda tangan sejumlah surat yang isinya tidak kami pahami. Kami merasa diancam dan ketakutan. Pemeriksaan berlangsung dari jam 10 pagi sampai jam 5 sore, tanpa diberi makan sama sekali,” tutur Agus.
Luthfi menambahkan, penggeledahan bahkan merambah hingga ke kamar pribadi keluarga.
“Mereka ingin menggeledah kamar istri saya. Ini jelas sudah berlebihan,” ungkapnya.
Perusahaan Melawan: Perwakilan Diperlakukan Kasar
Pihak PT Kirana Bumi Mineral melalui perwakilannya, Ir, juga menyampaikan kegeraman atas tindakan kasar oknum Kejati. Ia mengaku sudah mencoba melakukan konfirmasi resmi ke Kejati Kalteng dan sempat disambut baik Wakajati. Namun, perlakuan berbeda justru datang dari seorang penyidik bernama Eko Nugroho.
“Niat baik kami tidak dihargai. Saya justru dibentak dan diusir secara kasar. Ini pelayanan abdi negara yang sangat disayangkan,” tegas Ir.
Ir menambahkan, pihaknya sudah melayangkan laporan resmi ke Kejaksaan Agung di Jakarta Pusat.
“Kami meminta Panwas Kajagung segera turun tangan, memeriksa dan mengaudit harta kekayaan oknum-oknum jaksa yang bersikap arogan. Jangan biarkan rakyat Kalteng diperlakukan semena-mena,” ujarnya.
Dugaan Penyitaan Tanpa Surat Resmi
Ir juga mengungkap adanya kejanggalan dalam prosedur penyitaan.
“Dalam hukum, penyitaan tidak boleh sembarangan. Surat penyitaan harus diserahkan terlebih dahulu sebelum barang diambil. Tapi mereka justru menyita mobil dan berkas kami tanpa menyerahkan surat resmi. Surat baru diberikan setelah kami protes keras,” katanya.
Pernyataan itu, lanjut Ir, justru membuat penyidik Eko Nugroho tersulut emosi hingga mengusir dirinya dengan nada kasar.
“Saya sangat menyayangkan sikap arogan itu. Seharusnya mereka sebagai aparat memberi rasa aman, bukan malah menindas,” pungkasnya.
Publik Menunggu Sikap Kajagung
Kasus dugaan pelanggaran kode etik ini kini menjadi perbincangan hangat di masyarakat Kalteng. Warga menuntut Kejaksaan Agung segera turun tangan, melakukan pemeriksaan mendalam, dan menindak tegas bila ditemukan adanya pelanggaran prosedur.
Sorotan publik pun kian menguat, sebab kasus ini dinilai bukan hanya soal prosedur hukum, melainkan juga menyangkut citra dan integritas aparat penegak hukum di mata masyarakat.
(Ismail Marjuki JPN)