Labusel, Sumut – jurnalpolisi.id
Tiga wartawan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel) terancam dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta pasal pencemaran nama baik, usai memberitakan dugaan pungutan di Yayasan Darul Muhsinin. Hal ini menimbulkan dugaan kriminalisasi terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugas jurnalistik.
Peristiwa bermula saat seorang siswi di Yayasan Darul Muhsinin mengaku berhenti sekolah karena tidak sanggup membayar kekurangan biaya “represing” sebesar Rp350 ribu. Padahal, siswi tersebut merasa tidak ikut dalam pengumpulan dana itu. Kasus ini kemudian diberitakan oleh wartawan setelah melakukan wawancara langsung dengan siswi dan pihak terkait.
Namun, saat wartawan mencoba mengonfirmasi lebih lanjut ke pihak yayasan, terjadi insiden. Pemilik yayasan disebut marah hingga hampir melakukan kekerasan fisik, bahkan baju salah satu wartawan bernama HS sobek. Atas kejadian itu, HS melapor ke Polres Labusel.
Tidak lama kemudian, pemilik yayasan justru balik melaporkan HS ke Polres dengan tuduhan menyebarkan berita bohong (hoaks). Padahal, fakta siswi yang berhenti sekolah tersebut sempat mendapat perhatian Bupati Labusel yang kemudian memfasilitasi pemindahan siswi ke sekolah lain.
Situasi ini menimbulkan aksi solidaritas dari kalangan jurnalis. Wartawan di Labusel dua kali menggelar aksi damai di depan Polres Labusel, menuntut agar laporan mereka terkait dugaan penghalangan kerja jurnalistik dan kekerasan terhadap wartawan juga diproses.
Ketua Aliansi Komunikasi Wartawan (ALKOWAR) Kabupaten Labusel, Khoiruddin Nasution, menyatakan keberatan atas langkah Polres yang dinilai tidak profesional dan tebang pilih dalam menangani laporan.
“Kami menduga ada upaya kriminalisasi terhadap wartawan dengan menjerat UU ITE dan pencemaran nama baik. Padahal jelas dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 4 ayat (3) disebutkan bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarkan gagasan serta informasi.
Selain itu, Pasal 18 ayat (1) UU Pers menegaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi pelaksanaan kemerdekaan pers dapat dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta,” ujarnya dengan nada tegas saat dikonfirmasi via telepon, Jumat (5/9/2025).
Khoiruddin menegaskan, apabila Polres Labusel tetap memaksakan proses hukum terhadap ketiga wartawan tersebut, pihaknya akan melaporkan kasus ini ke Propam Polri dan Dewan Pers.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut kebebasan pers di daerah. Sesuai mekanisme, apabila ada pihak yang keberatan dengan pemberitaan, dapat menempuh hak jawab atau hak koreksi, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) dan (3) UU Pers.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Polres Labusel belum memberikan keterangan resmi terkait penanganan laporan dari kedua belah pihak.(MS007)