Dilihat: 5x

Plampangrejo,Banyuwangi – jurnalpolisi.id

Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, pemuda bersama Pemerintah Desa Plampangrejo menggelar kirab budaya dengan tema Kultur Budaya pada Senin (4/8/2025). Kegiatan ini diikuti oleh 29 perwakilan dari seluruh dusun dan elemen masyarakat desa, serta turut menggandeng pelaku UMKM lokal.

Kepala Desa Plampangrejo Yudi Wiyono menyampaikan bahwa kegiatan ini tidak hanya menjadi bentuk rasa syukur dan cinta tanah air, tetapi juga wadah edukasi serta penggerak ekonomi desa.

“Harapannya masyarakat semakin cinta tanah air, cinta bangsa negara. Maka sengaja dilaksanakan peringatan HUT RI bersama dengan UMKM yang ada di Desa Plampangrejo khususnya, dan Banyuwangi pada umumnya. Sengaja untuk meningkatkan ekonomi bersama. Semoga dengan kegiatan ini semua mendapat manfaat yang baik dan menjadi pendidikan yang baik kepada masyarakat,” ujar Yudi.

Kirab budaya ini menyuguhkan berbagai atraksi bernuansa lokal. Namun, yang menjadi atensi kali ini yakni keterlibatan sound system bervolume tinggi alias sound horeg dalam arak-arakan tersebut.

Penggunaan sound horeg dalam berbagai kegiatan desa, termasuk kirab budaya, belakangan ini kerap menjadi perbincangan publik.

Di satu sisi, perangkat audio berdaya tinggi itu dianggap memberikan semangat, meramaikan suasana, serta menarik minat penonton terutama generasi muda.

Namun di sisi lain, suara keras yang ditimbulkan dinilai mengganggu ketertiban dan kenyamanan, terutama bagi warga lanjut usia, anak kecil, dan mereka yang tinggal di dekat jalur pawai.

Diketahui, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sendiri telah resmi mengeluarkan kesepakatan bersama lintas institusi untuk mengatur pelaksanaan karnaval dan pawai budaya jelang peringatan HUT Ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia pada Jumat (25/7/2025).

Bupati Ipuk Fiestiandani yang memimpin rapat koordinasi tersebut menegaskan bahwa aturan ini bukan bertujuan melarang kegiatan masyarakat, melainkan untuk menciptakan ruang yang lebih tertib dan berbudaya.

“Kesepakatan ini bertujuan untuk mengatur. Tidak semata-mata melarang. Di satu sisi, kami tidak ingin memberangus kreativitas dan hobi warga, namun di sisi lain juga ingin memastikan keamanan dan kenyamanan semua,” jelas Ipuk.

Salah satu poin penting dalam kesepakatan adalah penegasan tema wajib dalam setiap karnaval. Semua pertunjukan diminta untuk mengangkat nilai-nilai perjuangan kemerdekaan, kebudayaan, tradisi lokal, atau inovasi generasi muda.

“Tidak boleh ada tampilan-tampilan yang melenceng dari tema. Apalagi sampai menunjukkan tarian-tarian erotis yang tidak sesuai dengan norma agama dan budaya,” tegas Bupati Ipuk.

(Boby)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *