Tapanuli Selatan, jurnalpolisi.id
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pejabat dan rekanan proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara bukan akhir dari cerita. Lembaga antirasuah itu menyebut masih ada lembaran-lembaran korupsi lain yang siap dibuka.
“Tentu tangkap tangan ini bukan pintu akhir. Ini justru pintu awal bagi KPK untuk mendalami dan menelusuri proyek-proyek pengadaan lainnya,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 30 Juli 2025.
Budi menolak menyebutkan proyek lain yang tengah dibidik. Namun, ia menegaskan, KPK akan menyeret siapa pun yang terbukti terlibat dalam rekayasa proyek dan pengondisian anggaran. “Termasuk, jika diduga ada pihak-pihak lain yang ikut terlibat, ikut berperan dalam pengondisian proyek pengadaan tersebut,” ujarnya.
Salah satu pendekatan utama dalam pengembangan perkara, menurut Budi, adalah dengan menelusuri aliran dana. Dari sana, siapa pun yang terlibat baik aktor lapangan maupun yang bermain di balik layar ,akan teridentifikasi.
Dalam OTT yang dilakukan akhir Juli lalu, KPK menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut, Topan Obaja Putra Ginting Kepala UPTD Gunung Tua, Rasuli Efendi Siregar Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker PJN Wilayah I, Heliyanto Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar; dan Direktur PT RN, M. Rayhan Dalusmi Pilang.
Dari tangan para tersangka, KPK menyita uang tunai sebesar Rp231 juta. Namun, menurut penyidik, jumlah itu hanyalah sisa dari komitmen fee yang sudah dibagi sebelumnya.
Dalam dokumen penyidikan, nilai suap yang dijanjikan mencapai 10 hingga 20 persen dari total nilai proyek Rp231,8 miliar. KPK memperkirakan, total dana suap yang disiapkan bisa mencapai Rp46 miliar.
Di tengah sorotan terhadap Sumatera Utara, muncul pula desakan dari masyarakat sipil agar KPK memperluas cakupan pengusutannya ke wilayah lain. Salah satunya datang dari Bangsa Institute, lembaga studi pembangunan daerah yang berbasis di Tapanuli Selatan.
“Kami mendesak KPK agar tidak hanya fokus di Sumatera Utara secara umum, tapi juga memberi perhatian lebih ke proyek-proyek di Kabupaten Tapanuli Selatan,” kata Salam Siregar, aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Bangsa Institute, kepada Awak Media, Selasa, 1 Juli 2025.
Menurut Salam, Kabupaten Tapanuli Selatan selama ini selalu diganjar opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama sepuluh tahun berturut-turut. Namun, realitas di lapangan bertolak belakang.
“Kami mencium banyak dugaan penyimpangan dan penyelewengan uang negara. Mulai dari proses tender yang diduga sarat kolusi, sampai kualitas proyek yang jauh dari standar teknis,” ujarnya.
Ia mencontohkan proyek peningkatan jalan jurusan Pardomuan,Mosa di Kecamatan Angkola Selatan. Proyek bernilai Rp18,6 miliar yang dikerjakan oleh PT Gasabat Sukses Mandiri pada tahun 2024 itu, kata dia, menyimpan banyak kejanggalan sejak awal.
“Dari proses lelang sampai pelaksanaan proyek, semua mengindikasikan ada permainan. Jalan yang baru dibangun pun sudah rusak dalam hitungan bulan,” kata Salam.
Bangsa Institute mengaku telah mengumpulkan sejumlah dokumen pendukung dan siap melaporkannya ke KPK. Mereka berharap lembaga antikorupsi itu tidak terpaku pada laporan keuangan pemerintah daerah semata, tetapi juga melihat langsung kondisi riil proyek di lapangan.
“Kami tidak ingin opini WTP dijadikan tameng untuk menyembunyikan praktik korupsi yang sistemik dan terstruktur,” ujar Salam.
KPK menyatakan terbuka terhadap informasi dari publik dan berkomitmen menindaklanjuti setiap laporan yang masuk. “Jika ada bukti permulaan yang cukup, kami akan proses,” tegas Budi Prasetyo. (P.Harahap)