Padangsidimpuan, jurnalpolisi.id
Sejumlah organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan yang tergabung dalam Aliansi Pemersatu Kota Padangsidimpuan kembali menggelar aksi damai di depan Kantor Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan, Rabu, 25 Juni 2025.
Dalam aksinya, mereka mendesak Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan untuk segera menindaklanjuti dugaan tindak pidana korupsi dalam pemotongan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun Anggaran 2023 yang dinilai belum ditangani secara serius dan tuntas.
Salah satu sorotan utama aliansi adalah putusan praperadilan yang diajukan Mustapa Kamal Siregar.
Dalam putusan tersebut, pengadilan menyatakan bahwa jaksa tidak memiliki cukup bukti untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka.
Namun, aliansi menilai keputusan itu prematur dan tidak mencerminkan fakta-fakta hukum yang sebenarnya.
“Langkah praperadilan seharusnya tidak menjadi pintu lolos bagi pelaku korupsi. Kejaksaan mesti kembali menelaah fakta-fakta hukum yang ada,” tegas Rizky Muda, Koordinator Aksi.
Aliansi juga menekankan pentingnya penelusuran terhadap aktor intelektual di balik pemotongan dana desa sebesar 18 persen tersebut.
Salah satu nama yang disebut adalah A.N., seorang pegawai honorer yang telah dijatuhi vonis lima tahun penjara. Namun, menurut mereka, A.N. hanya pelaku lapangan.
“Kami meminta transparansi dalam proses penetapan tersangka dan menolak jika hanya pelaku kecil yang dikorbankan,” kata Marwazi Tanjung, Koordinator Lapangan.
Tak hanya itu, aliansi juga meminta Kejari Padangsidimpuan segera memeriksa seluruh kepala desa yang diduga terlibat dalam skema pemotongan ADD.
Mereka menilai praktik tersebut telah berlangsung secara sistematis, terstruktur, dan melibatkan banyak pihak.
“Kejaksaan tidak boleh membiarkan praktik ini berhenti di permukaan. Harus ada keberanian membongkar hingga ke akar,” ujar Ikhsan Fauzi, Ketua Umum AMPU Tabagsel.
Lebih jauh, mereka menuding adanya kelalaian dan lemahnya pengawasan dari pihak Kejari, khususnya dalam menetapkan tersangka.
Oleh karena itu, mereka mendesak agar Kepala Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan dicopot dari jabatannya.
“Penegakan hukum yang tebang pilih hanya akan melanggengkan korupsi dan melemahkan kepercayaan publik,” tegas Fadli Marsuki Rangkuti, Ketua Umum GMPHR, yang juga bertindak sebagai Koordinator Aksi.
Fadli menambahkan bahwa aksi yang mereka lakukan merupakan bentuk kontrol sosial dari masyarakat sipil terhadap institusi penegak hukum.
“Ini adalah bentuk tanggung jawab moral kami sebagai warga negara. Kami tidak akan berhenti sebelum semua pihak yang terlibat dalam pemotongan dana ADD diusut secara menyeluruh, tanpa pandang bulu,” ujarnya.
Fadli juga mengungkap bahwa mereka akan kembali menggelar Aksi Jilid III dalam waktu dekat dengan jumlah massa yang lebih besar.
“Kami sedang konsolidasikan kekuatan. Aksi selanjutnya akan lebih besar dan lebih tegas,” tambahnya.
Hingga aksi damai selesai, Kepala Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan tidak tampak menemui massa aksi yang telah menyampaikan tuntutan mereka secara tertib.(P. Harahap)