Cilacap, jurnalpolisi.id
Suasana pilu menyelimuti halaman Rumah Sakit Umum (RSU) Aghisna Medika Sidareja pada Sabtu pagi, 21 Juni 2025. Puluhan awak media berkumpul, bukan sekadar meliput, melainkan untuk menguak dugaan maladministrasi BPJS dan buruknya penanganan medis yang kini menambah perih luka keluarga almarhumah Yuni Nur Yatinah (46). Kasus ini mencuat setelah almarhumah meninggal dunia, dengan klaim BPJS yang tak kunjung jelas, bahkan kini keluarganya dibebani tagihan belasan juta rupiah.
Yuni Nur Yatinah, 46 tahun, warga Bantarsari RT 05 RW 03, Desa Bantarsari, Kecamatan Bantarsari, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, adalah seorang perempuan sebatang kara yang hanya memiliki saudara-saudara dan keluarga besar sebagai penopang hidupnya. Ia telah kehilangan anak semata wayang dan suaminya yang meninggal pada tahun 2023.
Ironisnya, Pelayanan medis jerat biaya menurut keterangan dari pihak keluarga, Yuni Nur Yatinah yang dalam kondisi kritis dirujuk dari Puskesmas Bantarsari ke RSU Aghisna Medika Sidareja pada Rabu sore, 17 Juni 2025, pukul 15.00 WIB. Sebagai pemegang kartu JKN-KIS bernomor 0002312289617, keluarga besar yang tidak memiliki uang pun berinisiatif mengajukan BPJS dan segera melakukan pembayaran untuk mengaktifkan BPJS senilai Rp1.200.000 melalui Alfamart Bantarsari pada 18 Juni 2025 pukul 18:58 WIB. Harapannya, Yuni Nur Yatinah akan terlindungi penuh oleh Jaminan Kesehatan Nasional.
Namun, setibanya di RSU Aghisna Medika Sidareja, harapan keluarga hancur, BPJS yang baru diaktifkan tersebut diklaim tidak berlaku, lalu pihak keluarga bahkan dipaksa harus membayar kembali Rp2.500.000 hanya untuk satu malam perawatan. Yang lebih mengejutkan dan memilukan, kondisi almarhumah tidak menunjukkan perubahan berarti meski sudah diinfus; malah semakin memburuk dan hanya disuruh berbaring menahan rasa sakit dalam kondisi kritisnya.
Melihat penanganan rumah sakit yang dinilai tidak progresif dan minim perhatian, keluarga berinisiatif membawa pulang Yuni Nur Yatinah dengan niat melarikannya ke rumah sakit yang memiliki pelayanan lebih baik. Sayangnya, takdir berkata lain. Di tengah perjalanan pulang, sesampainya di kediaman kakak perempuannya, Ibu Parsiatun, Yuni Nur Yatinah menghembuskan napas terakhirnya pada Kamis, 19 Juni 2025, pukul 18.00 WIB di rumah tinggal.
Tagihan Belasan Juta di Tengah Duka Mendalam
Ironisnya, di saat keluarga sedang berduka, tiba-tiba sebuah pesan WhatsApp masuk mengatasnamakan pihak RSU Aghisna Medika Sidareja, menagih biaya sebesar Rp16.000.000 yang harus segera dibayarkan. Pesan ini diterima oleh Ibu Wiwi, kakak kandung almarhumah, saat keluarga masih dalam suasana berkabung.
Lebih lanjut, di tengah duka yang tak terhingga dan penyesalan mendalam atas penanganan rumah sakit, sebuah dokumen BPJS Kesehatan muncul, bagaikan pukulan telak yang memperparah luka. Formulir itu mencantumkan “nilai biaya” sebesar Rp2.740.900 dan, yang paling menyesakkan, “nilai denda” mencapai Rp1.644.540. Di sana terpampang tulisan dingin: “Anda memasuki masa denda” dengan tanggal entri denda 19 Juni 2025.
Keluarga menduga keras, adanya denda ini adalah buah dari status kepesertaan BPJS yang bermasalah atau belum aktif pada saat pelayanan medis diberikan, padahal mereka bersikukuh telah menunaikan kewajiban pembayaran iuran. “Kami menjerit, kami menuntut keadilan! Bukankah BPJS di seluruh rumah sakit Indonesia itu gratis? Mengapa setelah Ibu meninggal pun, kami masih dibebani tagihan sebesar ini, mencapai belasan juta rupiah?” tutur salah satu anggota keluarga dengan suara tercekat, menahan tangis, saat dikonfirmasi awak media.
Pihak keluarga mengurai, jika digabungkan dengan denda BPJS dan biaya-biaya lain, angka itu melambung hingga sekitar Rp16 juta. Jumlah ini sontak memicu pertanyaan fundamental tentang efektivitas dan transparansi sistem BPJS, serta profesionalitas RSU Aghisna Medika Sidareja. Bukankah sebagai peserta JKN, seluruh biaya perawatan Yuni Nur Yatinah seharusnya ditanggung penuh oleh BPJS? (S/Tim)