Ket. Gambar: Ruang Guru SDN 2Pengarang
Cilacap, jurnalpolisi.id
Dunia pendidikan kembali tercoreng dengan mencuatnya dugaan praktik pungutan liar (pungli) di SD Negeri 02 Penyarang, Kecamatan Sidareja, Kabupaten Cilacap. Tak hanya itu, proses klarifikasi yang dilakukan tim media justru diwarnai dugaan intimidasi dan upaya penjebakan oleh pihak sekolah, Kamis (12/6/2025).
Kasus ini bermula dari keluhan orang tua siswa terkait pungutan sebesar Rp518.000,- untuk biaya Lembar Kerja Siswa (LKS) dan sampul rapor pada semester dua tahun ajaran lalu. Menindaklanjuti laporan tersebut, tim awak media mendatangi SDN 02 Penyarang pada Rabu (11/6/2025) dan melakukan klarifikasi dengan Kepala Sekolah berinisial RUS.
Pada pertemuan awal, Kepala Sekolah menyatakan bersedia mengembalikan uang pungutan kepada salah satu orang tua murid. Pengembalian uang dilakukan pada Kamis (12/6/2025) di ruang guru dan diterima langsung oleh ayah siswa yang bersangkutan.

Ket. Gambar: saat Pengembalian Uang dari Guru ke orang tua siswa
Namun, proses tersebut diduga disusupi upaya intimidasi. Sebelum pengembalian uang berlangsung, Kepala Sekolah RUS menyampaikan kepada awak media bahwa dirinya tidak bisa menemui orang tua murid karena sedang mengikuti rapat mendadak di kantor Koordinator Wilayah Sidareja. Ia lantas meminta bantuan awak media untuk menjemput orang tua siswa ke rumahnya dan membawanya ke sekolah agar dipertemukan dengan guru-guru, termasuk ibu Oty.
“Maaf, Pak. Saya sedang ada rapat dadakan di kantor Korwil Sidareja. Tidak bisa menemui orang tua siswa. Saya minta tolong kepada Bapak wartawan untuk menjemput beliau dan membawanya ke sekolah. Di sini ada Bu Oty dan guru-guru lainnya,” ujar RUS melalui komunikasi kepada awak media.
Setibanya di sekolah, orang tua murid langsung diarahkan masuk ke ruang guru, sementara salah satu guru tiba-tiba merekam kejadian tersebut menggunakan kamera ponsel. Saat ditanya, guru itu mengaku hanya menjalankan perintah kepala sekolah untuk dokumentasi.
Kejadian ini memunculkan dugaan bahwa pihak sekolah telah merancang skenario tertentu yang bisa berujung pada kriminalisasi atau penjebakan terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik. Tindakan ini dianggap sebagai bentuk intimidasi dan pelanggaran terhadap kebebasan pers.
Pungli Diduga Bersifat Sistematis
Meski satu kasus pungutan telah diselesaikan melalui pengembalian dana, berbagai pertanyaan muncul mengenai kemungkinan adanya praktik pungli secara lebih luas di sekolah tersebut. Dengan total siswa mencapai 79 orang, diduga pungutan serupa juga dikenakan kepada seluruh siswa.
Dalih “hasil kesepakatan musyawarah komite dan orang tua murid” kerap dijadikan tameng pembenar atas pungutan yang dilakukan, padahal keabsahannya sangat diragukan. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan serta dugaan pelanggaran terhadap aturan yang berlaku.
Praktik pungutan ini secara terang-terangan bertentangan dengan berbagai peraturan dari Kementerian Pendidikan, seperti:
- Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012
- Permendikbud Nomor 16 Tahun 2016
- Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016
- Permendikbud Nomor 8 Tahun 2016
- Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008
- PP Nomor 17 Tahun 2010
- UU Nomor 3 Tahun 2017
Regulasi-regulasi tersebut dengan tegas melarang adanya pungutan wajib, penjualan buku, dan pengadaan perlengkapan sekolah yang membebani orang tua. Sumbangan di sekolah negeri hanya diperbolehkan jika benar-benar bersifat sukarela, tidak memaksa, dan dilakukan secara transparan.
Desakan Penindakan dan Perlindungan Pers
Tim awak media yang terlibat dalam peliputan ini mendesak Kementerian Pendidikan, Ombudsman RI, Gubernur Jawa Tengah, Bupati Cilacap, serta Dinas Pendidikan setempat untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang terbukti melakukan pungli maupun menghalangi kerja jurnalistik.
Penanganan serius terhadap kasus ini dinilai penting tidak hanya untuk menjaga integritas dunia pendidikan, tetapi juga untuk menjamin kebebasan pers dan perlindungan terhadap jurnalis dalam menjalankan tugas profesionalnya.
Oleh: Tim JurnalPolisi.id