Padangsidimpuan, jurnalpolisi.id
Rehabilitasi jembatan rangka baja di Jalan AH Nasution, yang mendadak masuk dalam daftar prioritas utama infrastruktur Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun 2025, menjadi sorotan tajam.
Kritik paling keras datang dari Bangsa Institute Tabagsel, sebuah lembaga pemantau kebijakan publik yang menuding proyek ini sebagai langkah reaktif pemerintah yang terlambat merespons keresahan warga.
“Pertanyaannya, selama ini Daksur ke mana saja? Kok harus viral dulu baru sibuk buat statement di media?” kata A.J. Siagian, Ketua Umum Bangsa Institute Tabagsel, saat ditemui Awak Media pada akhir pekan lalu.
Nama Daksur Poso Hasibuan, Kepala UPT Dinas PUPR Padangsidimpuan, belakangan mencuat setelah mengumumkan bahwa rehabilitasi jembatan senilai Rp5 miliar itu akan dimulai Juli 2025.
Proyek ini akan mencakup penggantian lantai dan penguatan struktur baja jembatan yang selama bertahun-tahun menjadi jalur vital penghubung kawasan selatan kota.
Namun bagi Siagian, pernyataan Daksur justru mempertegas kegagapan birokrasi daerah. Menurutnya, proyek ini baru muncul ke permukaan setelah jembatan ramai diberitakan media lokal dan viral di media sosial karena kondisi fisiknya yang mengkhawatirkan.
“Setelah viral, barulah muncul rencana proyek. Ini bukan perencanaan yang sehat, ini pencitraan,” ujarnya.
Sorotan berikutnya mengarah ke angka Rp5 miliar yang diajukan untuk pekerjaan rehabilitasi. Bangsa Institute mempertanyakan dasar penganggaran tersebut dan menuntut transparansi penuh dari Dinas PUPR.
“Publik berhak tahu secara rinci apa saja yang akan dikerjakan dengan dana sebesar itu,” kata Siagian. “Apakah hanya untuk mengganti lantai jembatan? Apakah ada audit struktur independen? Atau ini sekadar proyek tambal sulam dengan harga selangit?”
Awak Media mencoba menghubungi Daksur Hasibuan untuk menanggapi kritik ini, namun hingga berita ini diturunkan, ia belum memberikan pernyataan resmi.
Dalam wawancara sebelumnya, Daksur menyebut bahwa rehabilitasi jembatan AH Nasution adalah proyek “prioritas utama” Pemprov Sumut tahun depan. Klaim ini justru menimbulkan pertanyaan lebih besar bagi Bangsa Institute.
“Kalau bicara prioritas, mari kita lihat jalan penghubung antar desa di Tabagsel yang sudah seperti kubangan. Kenapa itu tak jadi prioritas?” ujar Siagian.
Ia menengarai bahwa penetapan proyek ini sebagai prioritas tak lepas dari kunjungan sejumlah pejabat tinggi ke lokasi beberapa waktu lalu.
“Jangan sampai proyek infrastruktur dijadikan panggung politik,” katanya.
Bangsa Institute mendesak DPRD Sumatera Utara agar tak tinggal diam. Siagian meminta anggota dewan untuk turun langsung mengawasi proyek, mulai dari proses tender hingga pelaksanaan fisik di lapangan.
“Kami tidak ingin proyek ini menjadi ajang pemborosan dan penyalahgunaan anggaran. Kami akan terus mengawal,” ujarnya.
Siagian juga menyebut bahwa lembaganya sedang menyusun kajian kritis terkait belanja infrastruktur Sumut tahun 2025, termasuk distribusinya di kawasan Tapanuli Bagian Selatan.
Menurut Dinas PUPR, pekerjaan fisik jembatan akan dimulai pada Juli 2025 dan ditargetkan rampung sebelum Idul Fitri tahun berikutnya. Selama masa rehabilitasi, arus lalu lintas akan dialihkan melalui jalur alternatif.
Namun, di tengah sorotan publik dan tekanan dari lembaga pemantau seperti Bangsa Institute, proyek ini berpotensi menjadi ujian integritas bagi Dinas PUPR dan Pemprov Sumut.
apakah mampu merealisasikan proyek secara akuntabel, atau justru terjebak dalam pola reaktif yang kerap terjadi di birokrasi infrastruktur Indonesia.
(P.Harahap)