Home / News / Miris..????Dalam Penggusuran Bangunan Warga Suwakul Kelurahan Bandarjo Kec. Ungaran Barat Kab. Semarang Mengaku di intimidasi

Miris..????Dalam Penggusuran Bangunan Warga Suwakul Kelurahan Bandarjo Kec. Ungaran Barat Kab. Semarang Mengaku di intimidasi

Semarang – jurnaltimes.com

Rabu, 4 Juni 2025.

Sejumlah warga Suwakul Kelurahan, Bandarjo Kecamatan Ungaran Barat Kab Semarang, mengaku menjadi korban penggusuran paksa bangunan yang telah mereka tempati selama puluhan tahun. Proses pembongkaran yang berlangsung dalam beberapa pekan terakhir itu menuai sorotan lantaran dianggap berlangsung tanpa persetujuan resmi dari warga dan disertai tekanan psikologis yang berat.

Warga terdampak menyatakan bahwa mereka tidak pernah menandatangani perjanjian tertulis terkait pembebasan lahan atau kesepakatan pembongkaran bangunan. Salah satu warga yang telah tinggal selama 30 tahun menyampaikan bahwa sejak awal mereka tidak pernah dilibatkan dalam diskusi formal mengenai rencana penggusuran.

“Kami tidak pernah sepakat. Tiba-tiba ada somasi, ancaman denda, dan tekanan dari orang-orang yang kami bahkan tidak tahu siapa,” ujar salah seorang warga yang tidak mau di sebutkan nama nya.

Miris”; Ancaman dan Intimidasi kepada warga,

Proses penggusuran disebut dibarengi dengan berbagai bentuk intimidasi, termasuk ancaman akan dipaksa keluar di doser) jika menolak pembongkaran. Warga juga menerima surat somasi yang mencantumkan denda sebesar Rp 5 juta per hari jika tidak segera mengosongkan lahan.
“Katanya kalau kami tidak mau terima uang dan pergi, maka kami tidak akan dapat apa-apa. Bahkan sempat disebut kami bisa didenda jutaan per hari,” kata warga lainnya.

Warga menambahkan bahwa mereka tidak tahu pasti siapa yang menyampaikan ancaman tersebut, karena komunikasi kerap dilakukan melalui orang perantara yang mengaku sebagai pengacara dari pihak pengembang.

Meskipun merasa tertekan, warga akhirnya menerima uang pengganti yang mereka anggap jauh dari harapan. Uang yang diterima bervariasi, mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 20 juta per kapling, meskipun sebelumnya warga meminta kompensasi sebesar Rp 50 juta per kapling,

“Uang itu kami terima karena tidak ada pilihan. Kami takut diusir paksa atau didenda,” ungkap salah seorang ibu rumah tangga yang telah tinggal di lokasi sejak tahun 1990.
Proses mediasi antara warga dan pihak yang melakukan penggusuran pun dinilai tidak adil. Pihak pengembang atau perwakilannya disebut tidak hadir langsung dalam pertemuan mediasi, dan hanya menyampaikan pesan melalui pengacara warga.
“Bagaimana kami mau percaya kalau yang punya kuasa tidak pernah muncul? Kami merasa ditinggalkan,” ujar tokoh warga yang aktif dalam mediasi.

Sebagian besar warga yang terdampak telah tinggal di kawasan tersebut selama 10 hingga 35 tahun. Beberapa di antaranya telah mendirikan bangunan seperti rumah tinggal dan fasilitas sosial, termasuk posyandu, yang kini ikut diratakan.
Hingga saat ini, warga merasa bahwa mereka dipaksa menerima keputusan penggusuran yang tidak pernah mereka setujui secara sah. Proses pembongkaran dinilai tidak hanya merugikan secara materi, tetapi juga menimbulkan trauma dan tekanan psikologis bagi keluarga yang terdampak.

Warga berharap pemerintah daerah, lembaga hukum, dan lembaga perlindungan masyarakat dapat turun tangan untuk mengkaji ulang legalitas tindakan tersebut dan menjamin keadilan bagi warga kecil yang terdampak.

Warga,menyampaikan saat di wawancarai ” Ketika sebelum terjadi penggusuran dan pembongkaran memang Warga sudah menandatangani penerimaan uang ganti rugi, dan menandatangani kertas kosong di rumah pak RW, tetapi semua itu terjadi karena adanya tekanan dan intimidasi yg justru datang dari Pengacaranya Warga sendiri, yg semestinya membela kepentingan Warga terdampak.. Padahal waktu itu sidang mediasi gagal dan proses sidang masih berjalan.

“Harusnya penggusuran kan dilakukan setelah ada putusan… akibatnya Warga kecewa dan merasa dibohongi oleh Pengacaranya sendiri, apalagi terbukti saat ini pengacara Warga benar benar terang terangan berpihak kepada lawan Penggugat… Kalau begini terus fungsi Pengacara sebagai apa… Wargapun kebingungan sendiri sebagai tergusur.

Kaperwil Jateng Bendoz

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *