Dilihat: 5x

Kab. Semarang – jurnalpolisi.id

Dugaaan perusakan lahan pertanian di kec.ambarawa sangat memperihatinkan dengan adanya Praktik jual beli tanah disposal proyek tol yang semestinya bersifat gratis kini disinyalir menjadi ladang bisnis gelap bagi para mafia tanah disposal.
Modusnya adalah dalih ganti rugi ongkos ritase (ongkos gendong) senilai Rp50.000 per truk muatan. Ironisnya, aktivitas ini justru terjadi di wilayah zona hijau pertanian di Desa Baran, Kecamatan Ambarawa.

Tim awak media jurnal polisi.id bersama rekan media lainnya yang melintasi lokasi rt.01/rw.06 kelurahan Baran kec Ambarawa Kab Semarang menemukan adanya aktivitas pengurukan lahan pertanian menggunakan tanah buangan (disposal) dari proyek tol, padahal lokasi tersebut belum memiliki sistem pengeringan lahan dan berada dalam kawasan pertanian produktif.

Terkesan Kebal Hukum

Saat ditemui beberapa awak media Bapak Tugino selaku ketua RW.06 secara terbuka mengakui bahwa aktivitas yang dilakukanya sebagai penghubung antara pemilik tanah yang di urug dengan subkontraktor FAP, Pengurukan lahan pertanian tersebut berada di bawah naungan Subkontraktor FAP yang dikomandoi oleh seseorang bernama VN.,

Tanah disposal ini dijual Rp 50 ribu per ritase untuk disetorkan ke pengurus FAP,

Kami biasanya ratakan dulu baru urus perizinannya,” tegas Tugino.

Diwaktu bersamaan awak media melakukan konfirmasi kepada sdr.Rudi, selaku pelaksana lapangan dari FAP menyebutkan bahwa kegiatan tersebut telah berlangsung lama dan mencakup 13 titik lokasi pengurukan lahan pertanian dengan tanah disposal tol. Hingga kini, baru 9 titik yang terselesaikan pengurukan ya; Ucap Rudi

Indikasi Pelanggaran Hukum

Berbagai pelanggaran hukum patut dicermati dalam kasus ini, antara lain:

  1. Pelanggaran terhadap UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, di mana pemanfaatan zona hijau pertanian untuk keperluan non-pertanian tanpa izin merupakan tindakan ilegal atau perbuatan melawan hukum.
  2. Pelanggaran terhadap UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 69 ayat (1) huruf a dan b terkait perusakan lingkungan tanpa AMDAL dan izin lingkungan, dapat dikenai pidana penjara hingga 3 tahun dan denda hingga Rp3 miliar.
  3. Potensi tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan aset negara, karena tanah disposal merupakan material proyek pemerintah dan seharusnya tidak diperjualbelikan. Ini bisa masuk dalam lingkup Pasal 2 atau 3 UU Tipikor No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.
  4. Pelanggaran administrasi lalu lintas dan keselamatan (ANDALALIN) bila kendaraan proyek melewati jalur yang tidak memiliki analisis dampak lalu lintas resmi.

Seruan Investigasi dan Penindakan

Melihat potensi kerugian negara dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan,
Maka aparat penegak hukum baik dari Kepolisian, Kejaksaan, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan segera turun tangan. Masyarakat mendesak transparansi dari pihak terkait, terutama dalam penggunaan dan pengawasan tanah disposal proyek tol yang notabene merupakan aset publik diduga di perjual belikan.

Kegiatan yang semestinya mendukung pembangunan justru rawan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi maupun beberapa glintir orang,

Jika tidak ditindak tegas, praktik serupa dikhawatirkan akan menyebar luas ke wilayah lainnya.
Dengan adanya dugaan perusakan lahan pertanian tersebut dikhawatirkan akan membawa dampak negative terutama menimbulkan rawan banjir dan longsor.

Koordinator liputan Jateng dan DIY Bendoz

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *